Tingkat Kesuburan Dunia Akan Turun Drastis

0
499

Dunia masih belum siap menghadapi penurunan tajam angka kelahiran yang diprediksi periset akan berdampak “sangat mengkhawatirkan” bagi masyarakat.

Menurunnya tingkat kesuburan berarti populasi di hampir setiap negara dapat berkurang pada akhir abad.

Di antara negara-negara di dunia, populasi 23 negara, termasuk Spanyol dan Jepang, diprediksi berkurang 50% pada tahun 2100.

Populasi negara juga akan menua secara dramatis, dengan jumlah manula yang berusia 80 tahun akan sebanyak bayi yang baru lahir.

Apa yang terjadi?

Tingkat kesuburan, rata-rata jumlah anak yang dilahirkan seorang perempuan, tengah mengalami penurunan.

Jika angkanya jatuh di bawah 2,1 maka angka populasi dunia mulai turun.

Pada 1950, seorang perempuan rata-rata melahirkan 4,7 anak sepanjang hidupnya.

Periset di Institut Metrik dan Evaluasi Kesehatan di University of Washington, AS, menunjukkan bahwa tingkat kesuburan global hampir turun 50% ke 2,4 pada 2017.

Studi mereka, yang dipublikasikan di jurnal ilmiah the Lancet, memperkirakan angka itu akan turun di bawah 1,7 pada 2100.

Akibatnya, periset memperkirakan jumlah populasi dunia akan mencapai puncaknya pada sekitar tahun 2064 dengan 9,7 miliar orang, sebelum turun ke 8,8 miliar pada akhir abad.

“Itu adalah hal besar; sebagian besar negara di dunia tengah mengalami transisi menuju penurunan populasi alami,” kata Profesor Christopher Murray, salah seorang periset, kepada BBC.

“Saya pikir ini sangat sulit dipahami dan dikenali sebagai sebuah hal yang besar; ini luar biasa, kita akan harus mengatur ulang masyarakat.”

Kenapa tingkat kesuburan turun tajam?

Tingkat kesuburan mengalami penurunan bukan karena berkurangnya jumlah sperma atau hal-hal lain yang biasa disinggung jika membahas fertilitas.

Namun, ini karena lebih banyak perempuan yang teredukasi dan bekerja, ditambah dengan meluasnya akses ke kontrasepsi, sehingga perempuan bisa memilih untuk memiliki anak dalam jumlah yang lebih sedikit.

Dari berbagai aspek, turunnya tingkat kesuburan sebenarnya adalah gambaran sebuah kesuksesan.

Negara mana yang paling berdampak?

Populasi Jepang diperkirakan turun dari 128 juta pada 2017, jumlah tertinggi, ke kurang dari 53 juta pada akhir abad.

Populasi Italia juga diprediksi akan turun secara dramatis, dari 61 juta ke 28 juta dalam periode yang sama.

Mereka adalah bagian dari 23 negara –yang juga meliputi Spanyol, Portugal, Thailand, dan Korea Selatan– yang populasinya diperkirakan turun lebih dari setengahnya.

“Itu sangat mengejutkan,” kata Murray.

China, yang sekarang menjadi negara denganpopulasi terbesar di dunia, diperkirakan akan mencatat jumlah penduduk terbanyaknya dengan 1,4 miliar orang, dalam waktu empat tahun ke depan.

Populasi China akan turun hampir setengahnya menjadi 732 juta pada 2100. India akan menjadi negara berpopulasi terbesar di dunia.

Inggris diperkirakan akan mencatatkan jumlah populasi terbesarnya pada 2063 dengan 75 juta orang, dan akan turun ke 71 juta pada 2100.

Mengapa ini menjadi masalah?

Anda mungkin berpikir ini bagus untuk lingkungan. Populasi dunia yang lebih kecil akan mengurangi emisi karbon dan deforestasi untuk lahan pertanian.

“Itu benar, namun kita akan memiliki struktur usia yang terbalik (lebih banyak orang tua ketimbang anak muda) dan semua konsekuensi negatif yang akan timbul dari struktur usia terbalik,” kata Murray.

Studi tersebut memperkirakan:

  • Jumlah anak di bawah lima tahun akan turun dari 681 juta pada 2017 menjadi 401 juta pada 2100.
  • Jumlah orang berusia di atas 80 tahun akan naik tajam dari 141 juta pada 2017 menjadi 866 juta pada 2100.

Murray menambahkan, “Ini akan menciptakan perubahan sosial besar. Saya khawatir karena saya punya anak perempuan berusia delapan tahun dan saya penasaran bagaimana bentuk dunia nantinya.”

Siapa yang membayar pajak di dunia yang kian menua? Siapa yang akan membayar perawatan kesehatan untuk manula? Siapa yang akan merawat manula? Apakah orang akan masih mampu pensiun dari pekerjaannya?

“Kita perlu mempersiapkan semuanya,” kata Murray.

Apa solusinya?

Negara-negara di dunia, termasuk Inggris, telah memanfaatkan migrasi untuk mendongkrak populasinya dan sebagai kompensasi atas turunnya tingkat kesuburan.

Meski demikian, ini tidak akan lagi menjadi jawaban jika populasi di hampir setiap negara turun.

“Kita akan berubah, dari memiliki pilihan untuk membuka perbatasan, atau menutupnya, menjadi bersaing untuk menarik migran, karena nanti jumlahnya tidak akan cukup,” kata Murray.

Beberapa negara telah mencoba kebijakan seperti memperbaiki sistem cuti melahirkan bagi ibu dan ayah, perawatan anak gratis, memberi insentif finansial dan hak-hak pekerja tambahan, namun tidak ada jawaban pasti.

Tingkat kesuburan Swedia naik dari 1,7 ke 1,9, namun negara-negara lain yang telah mencoba secara signifikan untuk menaikkan tingkat kesuburan masih belum mencatatkan kesuburan.

Singapura masih memiliki tingkat kesuburan sekitar 1,3.

Murray mengatakan, “Saya mendapati orang meremehkannya; mereka tidak bisa membayangkan bahwa hal itu bisa terjadi, mereka pikir perempuan akan memutuskan begitu saja untuk memiliki lebih banyak anak.

“Jika solusi tidak ditemukan, maka pada akhirnya spesies manusia akan hilang, tapi itu belum akan terjadi sampai beberapa abad lagi.”

Meski demikian, periset memperingatkan akses edukasi dan kontrasepsi bagi perempuan tidak boleh dikurangi.

Peneliti lain, Stein Emil Vollset mengatakan, “Cara merespons penurunan populasi kemungkinan akan menjadi kebijakan yang bertentangan di banyak negara, namun kita tidak bisa berkompromi dengan mengurangi upaya-upaya untuk memperbaiki kesehatan reproduksi perempuan atau kemajuan lain yang telah dicapai dalam hal hak-hak perempuan.”