Vonis Pertama Kasus Polusi Udara Jadi Penyebab Kematian

0
541

Untuk pertama kalinya di Inggris-dan mungkin juga di dunia-, polusi udara diakui sebagai penyebab kematian seseorang. Namun apakah vonis ini hanya peristiwa yang terjadi satu kali saja? Bagaimana maknanya bagi orang lain?

Pada 16 Desember, Pengadilan Koroner (Coroner Court) Southwark di London menemukan bahwa polusi udara “memberikan kontribusi material” terhadap kematian Ella Adoo-Kissi-Debrah yang berusia sembilan tahun.

Ia pernah tinggal di dekat South Circular Road di Lewisham dan meninggal pada 2013, setelah mengalami serangan asma.

Kasusnya menjadi berita utama di seluruh dunia.

Ella menderita asma akut jenis langka; ia sangat rentan terhadap gas dan partikel beracun dalam polusi udara.

Dalam putusannya, koroner Philip Barlow, petugas yang menyelidiki kematian Ella, mengatakan penyebab kematiannya “multi-faktor, tergantung pada gen dan lingkungan”.

Dari perspektif hukum, David Wolfe QC, seorang pengacara yang berspesialisasi dalam hukum publik, mengatakan, “Meskipun keputusan ini tidak memiliki dampak yang mengikat di pengadilan lain, keputusan ini tetap penting sebagai pengakuan hukum formal pertama mengenai polusi udara yang berkontribusi pada kematian individu tertentu.

“Keputusan ini dapat membantu pihak lain yang ingin menekankan tindakan yang lebih serius terhadap polusi udara.

Hal itu dapat berupa aksi dari lembaga publik pembuat kebijakan terkait polusi udara seperti lalu lintas dan pengaturan jalan, atau lembaga publlik serta swasta yang menyebabkan polusi udara yang signifikan.”

Dalam kesimpulan dari pemeriksaan resmi selama dua pekan, Barlow menyatakan Ella terpapar level polusi yang ‘melampaui batas’.

Zat polutan itu mengandung nitrogen dioksida (NO2) – gas yang dikeluarkan oleh mesin pembakaran yang dapat mengiritasi saluran pernapasan dan memperburuk penyakit pernapasan.

Tingkat NO2 di dekat rumah Ella melebihi standar Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan Uni Eropa.

Dalam proses penyelidikan terungkap bahwa, dalam tiga tahun sebelum kematiannya, Ella mengalami beberapa kali kejang dan dirawat di rumah sakit sebanyak 27 kali.

Dapatkah berdampak pada kasus polusi udara lainnya?

Katie Nield, seorang pengacara di perusahaan Client Earth, yang telah membawa banyak kasus hukum terhadap pemerintah negara-negara Eropa atas polusi udara, mengatakan, “Ini adalah keputusan tentang penyebab kematian Ella, bukan penentuan siapa yang bersalah – jadi hal itu tidak memberikan preseden langsung yang dapat diandalkan orang lain.”

“Dengan secara eksplisit mengidentifikasi polusi udara sebagai penyebab kematian, ini bisa menjadi sinyal bagi kemungkinan keadilan bagi orang lain. Bukti pada pemeriksaan ini ternyata cukup kuat untuk menunjukkan bahwa polusi berperan dalam mempersingkat hidup Ella.

“Kemungkinan untuk mengkaitkan keputusan pengadilan ini dengan banyak orang yang menderita akibat menghirup udara kotor di sekitar mereka, mungkin sekarang tampak seperti lompatan yang tidak terlalu besar.”

Tetapi apakah kasus ini mengubah cara para ahli memandang sains di balik polusi udara? Dalam putusannya, petugas koroner mencatat bahwa dampak kesehatan dari polusi udara “telah diketahui selama bertahun-tahun”.

Ia mengacu pada laporan Komite Audit Lingkungan Majelis Rendah pada tahun 2010, yang menyimpulkan bahwa ada 35.000 kematian prematur dalam setahun akibat polusi udara.

Ia juga merujuk pada beberapa makalah lainnya.

Kunci dalam kasus Ella ini berada di tangan seorang profesional terkemuka di bidangnya, Prof Sir Stephen Holgate yang menyatakan siap menyelidiki semua bukti untuk menemukan hubungan antara satu kematian dengan tingkat polutan di udara.

Dia adalah saksi kunci dalam pemeriksaan itu.

“Ini adalah pertama kalinya seorang petugas medis terkemuka berani mengambil resiko,” kata ilmuwan kesehatan lingkungan dan kualitas udara Prof Roy Harrison, dari Universitas Birmingham.

“Dia melihat data, melihat catatan kesehatan, dan mengatakan pada keseimbangan kemungkinan polusi udara adalah faktor penyebab utama kematian anak ini.”

Namun, Profesor Harrison mengatakan keputusan itu tidak mengubah ilmu pengetahuan dengan cara apa pun.

Sebaliknya, hal itu telah mengkonfirmasi bahwa hal itu telah lama diketahui oleh para ilmuwan.

Namun demikian, katanya, akan sulit memasukkan polusi ke dalam sertifikat kematian tanpa penyelidikan yang rinci.

“Saya khawatir ketelitian yang sama akan diperlukan dalam kasus lain,” jelasnya.

Ibunda Ella, Rosamund Adoo-Kissi-Debrah, bekerja tanpa lelah untuk mengungkap fakta di balik kematian putrinya.

“Kecuali jika orang tua atau wali/penanggung jawab seseorang … sangat gigih, seperti ibu Ella dalam kasus ini, saya pikir keputusan macam itu sangat tidak mungkin.

“Saya tidak berpikir seorang dokter akan merasa cukup percaya diri dalam menulis sertifikat kematian dengan polusi udara sebagai faktor penyebab, meskipun keputusan dalam kasus Ella membuka lebih banyak kemungkinan bagi mereka. “

Ia menambahkan, “Membangun keterkaitan kasus Ella dalam kasus lain akan sangat sulit.”

Tetapi Profesor Harrison mengatakan bahwa, sekarang, pemerintah Inggris tidak bisa “berpaling dan mengatakan itu hanyalah angka-angka”.

Ditanya apakah putusan ini hanya relevan untuk orang dengan asma separah Ella, Prof Jonathan Grigg, salah satu saksi ahli dalam kasus ini, berkata,

“Buktinya bukan itu … sebenarnya, bukti yang kita tahu tentang serangan asma, kematian asma, penyebab asma, adalah untuk seluruh kombinasi penyakit itu.

“Anda tidak harus memiliki varian khusus itu. Hal tersebut menunjukkan bahwa perubahan kecil memiliki efek bola salju ini. “

Ia mengatakan kepada BBC News bahwa kematian akibat asma jarang terjadi.

Tapi sekarang, bagi individu yang tinggal di zona yang diketahui memiliki polusi udara tinggi “akan sulit untuk mengatakan bahwa polusi udara tidak berpengaruh”, katanya.

Proff Grig menambahkan, “Anda tidak perlu melakukan diskusi yang begitu mendetail. Apa yang akan terjadi [adalah] berbagai pihak akan jauh lebih bisa menerima untuk mendiskusikan hal ini.”