Ribuan Petani Rumput Laut NTT Akan Dapatkan Ratusan Juta Rupiah Setelah Menang Ganti Rugi Kasus Tumpahan Minyak Terparah Australia

0
669

Ribuan petani rumput laut Indonesia memenangkan ganti rugi kasus tumpahan minyak terparah Australia dengan kompensasi diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah.

Tumpahan minyak ini menghancurkan panen rumput laut mereka pada 2009.

Pengadilan Federal Sydney mengukuhkan tuntutan Daniel Aristabulus Sanda, yang memimpin gugatan atas nama 15.000 petani rumput laut di Timor Barat, terhadap perusahaan PTTEP Exploration and Production Australasia, yang beroperasi di anjungan minyak Montana di Laut Timor.

Hakim Pengadilan Federal Australia, David Yates, mengatakan tumpahan minyak tersebut menyebabkan kerugian secara material, kematian, serta rusaknya rumput laut yang menjadi mata pencaharian masyarakat setempat

Hakim memerintahkan petani untuk membayar Daniel sekitar Rp253 juta ditambah dengan bunga karena hilangnya mata pencaharian setelah rumput lautnya rusak akibat tumpahan minyak.

Hakim juga mengatakan tengah menunggu laporan untuk menentukan berapa orang petani rumput laut yang berhak mendapatkan ganti rugi dan berapa banyak dari 15.000 itu.

Ferdi Tanoni, dari Yayasan Peduli Timor Barat yang mengangkat kasus ini sejak 2009 mengatakan langsung mengontak Daniel – yang berasal dari Oenggaut, Pulau Rote – begitu keluar hasil sidang.

“Bapak yang atur, saya terima saja,” kata Ferdi mengutip Daniel kepada BBC News Indonesia, Jumat (19/03).

Tumpahan minyak 23 juta liter

Ia mengatakan bilapun pihak perusahaan akan banding, ia tetap yakin “akan menang juga karena buktinya (tumpahan minyak) luar biasa.”

Ledakan di anjungan minyak Montana itu menyebabkan tumpahan minyak sebanyak 23 juta liter yang berlangsung selama 74 hari.

Anjungan minyak itu berada di perairan Australia namun tumpahannya sampai ke Laut Timor dan pesisir Indonesia.

Dari 15.000 petani ini, sebagian di antaranya memberikan kesaksian di Pengadilan Federal.

Daniel Sanda mengatakan kepada pengadilan tahun lalu bahwa tumpahan minyak menghacurkan semua panen rumput lautnya.

Ia pertama kali memperhatikan adanya gelembung kuning abu-abu di perairan seputar saat masa panen pada September 2009. Tak lama kemudian, semua rumput laut menjadi putih dan mati, katanya saat itu.

Mata pencahariannya tak pernah pulih sepenuhnya, walaupun saat ini mulai tumbuh lagi.

Sekitar 30 petani lain memberikan kesaksian yang sama.

Perusahaan minyak itu mengaku lalai dan menghentikan operasi di sumur minyak namun selalu menyanggah tumpahan minyak itu sampai ke perairan Indonesia atau menyebabkan kerugian sebegitu besar.

Perusahaan itu juga mengatakan bilapun tumpahan minyak sampai ke pesisir Indonesia, tumpahan akan terpecah dan tidak akan meracuni rumput laut.

Perusahaan juga mengatakan tidak memiliki kewajiban memperhatikan Daniel Sanda dan petani lain.

Namun Hakim Yates mengatakan dalam putusannya bahwa PTTEP Australasia – cabang perusahaan minyak Thailand di Australia – memiliki tanggung jawab atas Daniel dan petani lain.

Ia juga mengatakan Daniel Sanda mengalami kerugian penghasilan bertahun-tahun karena tumpahan minyak dan dengan perhitungan hakim, ia berhak mendapatkan sekitar Rp253 juta.

“Saya merasa yakin bahwa tumpahan minyak dari sumur H1 sampai ke tempat tertentu di Indonesia, termasuk kawasan tempat pengaju tuntutan menanam rumput laut,” kata hakim.

“Saya merasa yakin bahwa tumpahan minyak ini menyebabkan atau secara material menyebabkan matinya hasil panen.”

Perusahaan akan banding

“Saya merasa yakin bahwa walaupun hal ini sulit dinilai, walaupun ada ketidakpastian, kerugian pengaju tuntutan dapat dihitung, dan ia berhak mendapatkan ganti rugi.

Dalam pernyataan yang ditulis di situs mereka, PTTEP mengatakan mereka mengakui keputusan itu namun menyatakan kecewa dengan hasilnya.

“PTTEP menekankan putusan itu menyangkut klaim (Daniel) Sanda dan bahwa klaim semua anggota harus dihitung terpisah,” kata pernyataan perusahaan.

“Keputusan pengadilan tidak menghapuskan persyaratan individu untuk menunjukkan kerugian dan kerusakan yang mereka alami,” tambah perusahaan itu.

PTTEP mengatakan mereka mempertimbangkan untuk melakukan banding.