Israel memangkas daftar negara yang bisa membeli teknologi sibernya. Ini menyusul kekhawatiran adanya penyalahgunaan alat peretasan yang dijual NSO Group berupa spyware Pegasus (aplikasi mata-mata) ke luar negeri.
Kabar ini datang dari laporan surat kabar keuangan Israel, Calcalist pada hari Kamis kemarin. Ada sejumlah negara yang masuk dalam daftar larangan tersebut menurut laporan seperti Meksiko, Maroko, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.
Sebelumnya ada 102 negara yang bisa membeli teknologi tersebut. Namun setelah larangan menurun menjadi hanya 37 negara saja, dikutip dari Reuters, Jumat (26/11/2021).
Menanggapi laporan tersebut, Kementerian Pertahanan Israel tidak mengonfirmasi soal pencabutan lisensi. Namun hanya mengatakan pihaknya mengambil ‘langkah-langkah yang tepat’ saat persyaratan penggunaan diatur dalam lisensi dilanggar.
Sejak bulan Juli, Israel dalam tekanan untuk mengendalikan ekspor spyware. Saat itu sekelompok organisasi berita internasional melaporkan Spyware Pegasus telah digunakan untuk meretas ponsel jurnalis, pejabat pemerintah dan aktivis hak asasi manusia di beberapa negara.
Keempat negara yang dilaporkan dicabut lisensi pembeliannya oleh Israel tadi pernah disebut oleh Amnesty International dan Citizen Lab Universitas Toronto beberapa waktu lalu. Maroko dan UEA tahun lalu menormalkan hubungan dengan Israel tahun lalu, serta Arab Saudi dan Meksiko masuk dalam daftar negara penggunaan Pegasus terkait dengan pengawasan politik oleh lembaga tersebut.
NSO Group telah membantah melakukan kesalahan. Mereka menyebut hanya menjual tools buatannya pada pemerintah dan lembaga penegak hukum, serta memiliki perlindungan dalam mencegah penyalahgunaan.
Atas keputusan itu, NSO juga merasa kecewa. Sebab perusahaan mengatakan teknologinya “mendukung kepentingan dan kebijakan keamanan nasional AS mencegah terorisme dan kejahatan”.
Dalam laporan berbeda, Apple juga baru saja memasukkan tuntutan hukum ke NSO Group minggu ini. Produsen iPhone itu menuding Spyware Pegasus mengekspos pelanggan untuk diretas.
Sebelumnya, Chief WhatsApp Will Cathcart mengatakan pejabat senior di seluruh dunia menjadi incaran spyware Pegasus dalam 1.400 serangan terhadap pengguna WhatsApp di 2019, menurut laporan Guardian.