Uni Internasional untuk Korservasi Alam (IUCN), belum lama ini, mengumumkan, status konservasi pari manta raksasa (Mobula birostris) dinaikan menjadi terancam punah. Indonesia, yang perairannya dinyatakan sebagai kawasan konservasi pari manta terbesar di dunia, seharusnya merasa was-was.

Edy Setyawan, pakar pari manta dari organisasi Conservation International, mengaku prihatin dengan pengumuman baru IUCN itu. Pria yang saat ini sedang menyelesaikan pendidikan doktoral di Universitas Auckland, Selandia Baru, ini sudah lama mengamati eksplotasi pari manta.

Meski demikian, ia mengaku tidak terlalu khawatir, mengingat gencarnya usaha perlindungan pari manta di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.

“Karena adanya implementasi, betul-betul disuarakan secara nasional, dan digembar-gemborkan di media bahwa pari manta dilindungi, dan kalau menangkap itu dianggap tindakan ilegal, mereka tidak lagi berani menangkap pari manta. Dampak yang jelas, penangkapannya menurun drastis,” ujar Edy.

Pernyataan serupa disampaikan Nesha Ichida, pakar biologi kelautan dari Indonesia Manta Project — sebuah proyek studi pari manta di Indonesia. Ia mengatakan, usaha perburuan pari manta sudah jauh berkurang karena kini sudah ada payung hukumnya. Namun, ia mengakui masih ada perburuan ilegal, dan tidak jarang ikan besar itu tertangkap jaring secara tidak sengaja.

“Pari manta itu jenis binatang yang harus terus berenang untuk bernafas. Jadi kalau dia sudah tersangkut jaring, kans untuk survival-nya very low. Jadi, eventhough sudah diprotek dan tidak ditarget, the population is not doing very well, sehingga sekarang dimasukkan jadi endangered,” jelas Nesha.

Marine Megafauna Foundation (MMF) yang terlibat dalam evaluasi pari manta raksasa sejak tahun 2003 dan ikut memberi penilaian terbaru untuk IUCN ini menyatakan, pari manta raksasa adalah contoh klasik dari spesies yang dengan cepat menyusut populasinya akibat tekanan manusia.

Pertama kali menilai pari manta pada 2003, MMF tidak memiliki cukup informasi tentang spesies itu, sehingga tidak bisa menentukan status konservasinya dan mendaftarkannya sebagai Kurang Data, tetapi pada penilaian-penilaian berikutnya, status konservasinya meningkat terus dari Hampir Terancam, menjadi Rentan dan sekarang menjadi Terancam Punah.

Di Indonesia, eksploitasi pari manta dipicu oleh permintaan yang tinggi, terutama, akan insangnya. Insangnya biasa diperdagangkan dengan harga tinggi karena diyakini memiliki khasiat obat. Meski permintaan tidak sekuat insangnya, daging pari manta juga cukup digemari karena teksturnya yang lembut dan kandungan kalsium dan fosfor-nya yang relatif tinggi.

Baik Edy maupun Nesha sama-sama mengatakan bahwa mempertahankan atau bahkan meningkatkan populasi pari manta – termasuk spesies raksasanya – bukanlah hal mudah. Ikan ini memiliki strategi reproduksi yang sangat konservatif, sehingga perburuan hewan itu pada skala kecil sekalipun sangat mempengaruhi tingkat populasinya.

Pari manta diketahui mencapai kematangan seksual relatif terlambat. Jantannya baru siap kawin pada usia 8 hingga 9 tahun, sementara betinanya pada usia 12 hingga14 tahun. Betinanya hanya melahirkan satu keturunan setiap beberapa tahun sekali.

“Ketika mereka mating atau kawin, pari manta betina hanya bisa mengandung satu anak. Dan itu pun kebanyakan terjadi dalam 2 hingga lima tahun sekali,” kata Nasha.

Tidak seperti ikan-ikan pada umumnya, pari manta berkembang biak melalui kontak seksual.

“Prosesnya adalah proses kawin, bukan seperti ikan pada umumnya yang menyemprotkan sperma dan telur di air. Yang jantan benar-benar mengejar yang betina sehingga terjadi proses perkawinan. Dan yang betina akan hamil selama 12 hingga 13 bulan. Itupun hanya melahirkan satu anak saja,” tambah Edy.

Induk pari manta juga tidak melindungi anaknya sewaktu masih kecil sehingga peluang hidup sewaktu masih bayi relatif rendah. Dengan kata lain, sebagai spesies, mereka tidak dapat bereproduksi cukup cepat untuk membangun kembali jumlah mereka begitu populasi berkurang drastis.

Edy mengungkapkan, usia hidup pari manta raksasa diperkirakan bisa mencapai 50 tahun dengan tingkat kematian alami yang rendah. Meski usia produktifnya bisa mencapai 25 tahun, pari manta betinanya hanya dapat melahirkan 5 hingga 15 anak semasa hidupnya.

Intensifnya usaha perlindungan pari manta di Indonesa, menurut Edy, sudah dimulai sejak 2012, khususnya di Raja Ampat — kawasan yang disebut-sebut sebagai tempat agregasi terbesar kedua pari manta di dunia setelah Maladewa. Pada 2014, Indonesia kemudian secara resmi menempatkan perairannya sebagai kawasan konservasi pari manta terbesar di dunia.

Di perairan Indonesia, menurut Edy, terdapat dua dari tiga spesies pari manta yang eksis di dunia, yakni pari manta raksasa dan pari manta karang (Mobula alfredi) . Di Raja Ampat sendiri, menurut perhitungan para ilmuwan ada 2.500 ekor, dengan 850 di antaranya adalah pari manta raksasa.

Edy, yang fokus penelitian untuk program doktoralnya adalah populasi dan ekologi pari manta di Raja Ampat, mengatakan, Indonesia juga patut berbangga karena sebagian kawasan nursery terbesar untuk pari manta dunia terdapat di perairan Tanah Air.

“Ada kurang dari sepuluh kawasan perairan di dunia yang diidentifikasi sebagai possible nursery area, dan di Raja Ampat kita menemukan ada empat,” kata Edy.

Baik Edy maupun Nesha mengatakan, spesies ikonik ini tidak hanya sangat penting dari perspektif ekologi, pari manta juga memberikan manfaat ekonomi yang besar bagi industri pariwisata.

Menurut mereka, interaksi dengan pari manta sangat dicari oleh wisatawan selam dan snorkel. Walhasil, eksistennya memiliki nilai ekonomi bagi pariwisata. Nilai ekonomi ini dapat membantu mendorong perlindungan spesies yang penuh teka-teki dan sekarang terancam punah ini.

“Kalau pari manta yang mati, satu ekornya bisa bernilai 500 dolar AS. Kalau dibiarkan hidup dan dimanfaatkan untuk pariwisata, seekor pari manta bisa bernilai satu juta dolar AS sepanjang hidupnya,” ujar Edy.

Pentingnya pari mata bagi pariwisata diakui Ranny Iriani Tumundo, Ketua DPC Himpunan Pramuwisata Raja Ampat.

“Turis ke Raja Ampat itu salah satunya ingin lihat pari manta, terutama yang underwater activity, seperti snorkeling dan diving. Pari manta itu biasanya mudah dilihat pada akhir tahun dan di awal tahun. Dan itu memang daya tarik pariwisata,” tutur Ranny.

Kementerian Kelautan dan Perikanan mengungkapkan, Indonesia tercatat sebagai penyedia wisata pari manta terbesar kedua di dunia. Penerimaan tahunan dari industri ini mencapai 15 juta dolar AS per tahunnya.

Di Indonesia, kumpulan pari manta terbesar terdeteksi di tiga kawasan yang dilindung, yaitu Kawasan Konservasi Perairan Daerah Selat Dampier, Suaka Alam Perairan Raja Ampat, dan Suaka Alam Perairan Waigeo Sebelah Barat.