Kecepatan cahaya tak mungkin dijangkau oleh manusia dan kendaraan ciptaannya, begitu teori klasik fisika berujar. Pasalnya, kian dekat dengan kecepatan cahaya, kian maha besar energi yang dibutuhkan. Kini, ada titik cerah lewat partikel tertentu.
Dalam semesta fiksi ilmiah Star Wars, kendaraan dengan kecepatan cahaya lazim dipakai untuk transportasi antar-galaksi serta kabur dari buruan musuh. Salah satu yang paling tenar adalah Millennium Falcon, pesawat milik karakter Han Solo, dengan co-pilotnya Chewbacca.
Meski berbodi lebar, pesawat luar angkasa ini mahir menggocek jet-jet tempur kekaisaran, TIE Fighter, meliuk-liuk di antara asteroid, untuk kemudian kabur dengan kecepatan cahaya ke galaksi yang jauh di sana.
Kecepatan cahaya dalam ruang hampa sendiri mencapai 299.792.458 meter per detik atau 1.079.252.848,8 km per jam (pelajaran fisik di sekolah membulatkannya menjadi 3 x 10 pangkat 8 m/s).
Dikutip dari Science World, kian mendekati kecepatan cahaya, kita harus menyediakan lebih banyak energi untuk membuat benda bergerak. Untuk mencapai kecepatan cahaya, Anda membutuhkan energi dalam jumlah tak terbatas, dan itu tidak mungkin dicapai!
Selain itu ada dilatasi waktu. Waktu melambat saat Anda mendekati kecepatan cahaya. Ketika Anda mencapainya, waktu berhenti. Misalnya, Astronaut yang sudah berada di stasiun luar angkasa internasional (ISS) selama 6 bulan akan berusia 0,005 detik lebih lambat daripada saudaranya yang ada di bumi ini.
Pasalnya, ISS, yang mengelilingi bumi setiap 90 menit sekali, mencapai 0,003 persen dari kecepatan cahaya.
Lalu kenapa cahaya bisa? Cahaya terdiri dari foton, yang merupakan partikel tak bermassa dan karenanya tidak memerlukan energi untuk bergerak.
Di samping itu, foton tak terikat waktu, semuanya terjadi secara instan. Mencoba membuat foton melaju lebih cepat daripada kecepatan cahaya sama seperti menghentikan mobil Anda dan mencoba melambat.
Kini, dunia fisika memiliki titik terang lewat penelitian terbaru Universitas Göttingen, Jerman, tentang transportasi superluminal alias melampaui kecepatan cahaya.
Dikutip dari situs resminya, solusi masalah batas kecepatan itu adalah dengan membangun ‘soliton’, sebuah materi yang sangat cepat dengan hanya menggunakan sumber energi positif untuk melakukan perjalanan dengan kecepatan berapa pun.
Penulis makalah yang dipublikasikan dalam jurnal Classical and Quantum Gravity itu, Erik Lentz, melaporkan soliton atau yang kerap disebut ‘gelembung lusi’ adalah gelombang padat yang mempertahankan bentuknya dan bergerak dengan kecepatan konstan.
Lentz menurunkan persamaan Einstein untuk konfigurasi soliton yang belum dijelajahi dan menemukan bahwa geometri ruang-waktu yang diubah dapat dibentuk dengan caranya bekerja, bahkan dengan sumber energi konvensional.
Intinya, metode baru ini menggunakan struktur ruang dan waktu yang diatur dalam soliton untuk memberikan solusi perjalanan yang lebih cepat dari cahaya.
Untuk mendapatkan gèometri ruang dan waktu, Lentz tidak membutuhkan sumber dengan kepadatan energi positif. Tidak juga diperlukan kepadatan energi negatif yang “eksotis”.
Jika energi yang cukup dapat dihasilkan, persamaan yang digunakan dalam penelitian ini akan memungkinkan perjalanan ruang angkasa ke Proxima Centauri, bintang terdekat kita, dan kembali ke Bumi dilakukan dalam beberapa tahun ke depan, bukan beberapa dekade atau milenium.
Sebagai perbandingan, teknologi roket saat ini memakan waktu lebih dari 50 ribu tahun untuk sekali jalan ke lokasi itu.
Selain itu, soliton (gelembung lengkung) dikonfigurasikan untuk menampung wilayah dengan gaya pasang surut minimal sehingga berlalunya waktu di dalam soliton sesuai dengan waktu di luar, lingkungan yang ideal untuk pesawat ruang angkasa.
“Pekerjaan ini telah memindahkan masalah perjalanan yang lebih cepat dari cahaya satu langkah menjauh dari penelitian teoretis dalam fisika dasar dan lebih dekat ke teknik,” ujar Lentz.
“Langkah selanjutnya adalah mencari cara untuk menurunkan jumlah energi astronomis yang dibutuhkan dalam jangkauan teknologi saat ini, seperti pembangkit listrik fisi nuklir modern yang besar. Kemudian kita bisa berbicara tentang membangun prototipe pertama,” jelas dia.
Saat ini, jumlah energi yang dibutuhkan untuk penggerak luar angkasa jenis baru ini masih sangat besar. Lentz menjelaskan, energi yang dibutuhkan untuk perjalanan dengan kecepatan cahaya menggunakan pesawat ruang angkasa dengan radius 100 meter adalah ratusan kali massa planet Jupiter.
Lewat penerbangan dengan soliton, ia menyebut penghematan energi disebut mencapai 30 kali lipat.
“Untungnya, beberapa mekanisme hemat energi telah diusulkan dalam penelitian sebelumnya yang berpotensi menurunkan energi yang dibutuhkan hampir 60 kali lipat,” ungkap Lentz.
Saat ini, penemuan tersebut sedang dalam tahap awal untuk menentukan apakah metode ini dapat dimodifikasi, atau mencari mekanisme baru untuk menurunkan energi yang dibutuhkan.
Bukan tak mungkin di masa depan NASA atau SpaceX bisa mengembangkan pesawat ruang angkasa bak Millenium Falcon!
Sumber : CNN [dot] COM