Satelit Tua NASA Pulang ke Bumi, Punya Jasa Lawan Kerusakan Ozon

0
290

Satelit ERBS milik Badan Penerbangan dan Antariksa AS (NASA) berusia 38 tahun telah kembali ke Bumi tanpa menyebabkan kerusakan sama sekali. Satelit ini juga punya jasa melawan kerusakan ozon. 

Satelit ERBS (Earth Radiation Budget Satellite) kembali ke Bumi pada Minggu (8/1). Satelit tersebut mendarat di Laut Bering yang terletak di Samudra Pasifik bagian utara.

Engadget melaporkan, kemungkinan satelit menyebabkan kerusakan sangat kecil yakni hanya 1 dari 9400 kejadian. Namun para pejabat NASA sempat memperingatkan, ada puing bagian satelit yang mungkin selamat dari gesekan dengan atmosfer.

ERBS mengorbit dengan menumpang pesawat Challenger pada 1984. Satelit tersebut ditempatkan astronaut wanita, Sally Ride di orbit dengan menggunakan bantuan robot Canadarm.

Satelit tersebut awalnya hanya digunakan untuk mengumpulkan data ozon selama dua tahun. Namun ERBS ternyata baru bisa beristirahat pada 2005 atau dua dekade kemudian.

EBRS ikut berjasa terhadap ilmu pengetahuan. Pasalnya, ia membantu para pakar mengerti cara Bumi menyerap dan meradiasi energi surya.

Kabar kembalinya ERBS dikonfirmasi langsung oleh NASA lewat akun twitter resminya. “Satelit pensiun milik NASA, Earth Radiation Budget Satellite) diprediksi masuk kembali ke atmsofer Bumi setelah 40 tahun mengangkasa,” tulisnya.

Artist rendition of ERBS in orbit with Earth in the background.
NASA’s retired Earth Radiation Budget Satellite (ERBS) is expected to reenter Earth’s atmosphere after almost 40 years in space. Source : https://twitter.com/NASAEarth

Melansir situs resmi NASA, satelit ERBS merupakan bagian dari misi Earth RAdiation Budget Experiment (ERBE). Satelit tersebut membawa tiga instrumen dengan dua instrumen digunakan untuk mengukur alokasi radiasi energi Bumi (Earth’s radiative energy budget), dan satu untuk mengukur ozon.

Alokasi energi, yang merupakan keseimbangan antara jumlah energi Matahari yang diserap atau diradiasi Bumi, merupakan indikator penting kesehatan iklim. Dengan mengerti hal tersebut, para pakar bisa memahami pola perubahan cuaca.

Sementara, ozon di lapisan stratosfer memainkan peran penting dalam melindungi Bumi dari sinar ultraviolet berbahaya. Berkat satelit ERBS ini lah, para pakar mengetahui, lapisan ozon di stratosfer Bumi berkurang secara global.

Data tersebut membatu dalam menyusun International Montreal Protocol Agreement yang dibuat pada 1987. Lewat persetujuan itu, negara-negara di dunia setuju mengurangi bahan yang berbahaya untuk ozon yakni chlorofluorocarbons.

Mengutip situs resmi PBB, perjanjian itu telah beberapa kali diamandemen dengan terakhir terjadi pada 2016 di Kigali, Rwanda. Dalam amandemen tersebut, sejumlah negara yang meratifikasi perjanjian tersebut sepakat menambahkan hydrofluorocarbons (HFC) ke dalam bahan-bahan yang harus dikontrol.

HFC saat ini banyak ditemukan di AC, kulkas, aeorosol dll. Bahan tersebut sebetulnya tidak menipiskan ozon, namun dapat meningkatkan emisi karbon dioksida (CO2) secara global 7-19 persen pada 2050.

Sumber : CNN [dot] COM