Dahsyatnya Senjata Penghancur Satelit, Bisa Picu Kiamat Global?

0
434

Sejumlah negara seperti Amerika Serikat (AS), Rusia, China, dan India memiliki senjata penghancur satelit (ASAT) untuk mengantisipasi penggunaan satelit sebagai senjata. Namun, senjata jenis ini diprediksi memicu banyak risiko.

Kita sekarang menyaksikan perkembangan senjata anti-satelit yang pesat dan semakin internasional. Perlombaan untuk senjata-senjata ini tidak hanya meningkatkan risiko konflik global-ini bisa membahayakan semua eksplorasi ruang angkasa di masa depan.

ASAT merupakan senjata yang dirancang untuk menghancurkan atau membatasi penggunaan satelit untuk tujuan militer. Hal ini karena kekhawatiran satelit digunakan untuk tujuan seperti merusak pusat komando dan kendali militer musuh.

Dikutip dari situs Harvard, pengujian senjata ini paling awal dimulai ketika Perang Dingin. Saat itu, keberhasilan peluncuran Sputnik I, Oktober 1957, memicu ketakutan Amerika. Bahwa, diduga ada tujuan Uni Soviet untuk mengembangkan satelit bersenjata nuklir yang mampu mengelilingi dunia.

Merespons hal itu, AS mengembangkan ASAT pertamanya: Bold Orion, sebuah rudal balistik yang diluncurkan dari udara.

Uni Soviet menanggapinya dengan program sejenis pada 1960-an dan 70-an yang dikenal dengan co-orbital. Tak seperti desain ASAT yang memakai energi kinetik (KE-ASAT) sebelumnya, co-orbital ini bekerja dengan menyinkronkan dengan orbit satelit target dan kemudian meledak.

Paman Sam menjawabnya dengan senjata ASM-135 pada 1980-an. Berbeda dengan co-orbital Soviet, sistem senjata ini memakai sistem hit-to-kill tanpa bahan peledak, namun hanya menggunakan energi yang dihasilkan oleh tabrakan.

Dalam demonstrasi tahun 1985 yang disahkan oleh Presiden Ronald Reagan, sebuah ASM-135 berhasil menghancurkan satelit yang mati.

Pada 2007, China berhasil menguji KE-ASAT, menghancurkan satelit cuaca tua dengan rudal balistik. Tahun lalu, India juga berhasil menguji coba ASAT yang disebut sebagai Mission Shakti.

Masalah

Terlepas dari fungsi pencegahnya, ASAT cenderung memprovokasi atau memperburuk konflik ketimbang meredamnya. Pertama, keamanan global. Salah satu risiko yang ditimbulkan ASAT adalah penghancuran satelit peringatan dini.

Satelit ini adalah elemen penting dari pertahanan rudal balistik AS, yang mampu mendeteksi rudal segera setelah diluncurkan dan melacak jalurnya.

Ada beberapa area konflik di mana ASAT menjadi sangat relevan. Korea Utara, contohnya. Berita peluncuran rudal Korea Utara datang dari satelit peringatan dini tersebut.

Mengingat sejarah provokasi nuklir Korea Utara dan inkonsistensi diplomasinya, ada peluang hulu ledak nuklir diluncurkan.

Selain itu, China yang tengah memanas di Laut China Selatan, misalnya. Jika satelit peringatan dini dihancurkan, maka Korea Selatan, Jepang, Taiwan berada dalam bahaya nuklir.

Kedua, kehancuran satelit lain. Dikutip dari Space, satelit yang hancur akan berubah menjadi tumpukan sampah yang mengorbit Bumi dan menabrak kendaraan luar angkasa lain hingga menjadikannya puing-puing.

INFOGRAFIS: Baju Astronaut untuk Misi Luar Angkasa

Skenario bernama Sindrom Kessler ini bisa digambarkan dengan nyaris nyata pada film “Gravity” (2013) yang dibintangi Sandra Bullock.

Sindrom Kessler sendiri terjadi ketika jumlah puing-puing ruang angkasa di orbit mencapai titik di mana mereka menciptakan lebih banyak puing dan lebih lagi hingga dapat menyebabkan kekacauan bagi program luar angkasa apa pun.

Fenomena ini mengambil nama mantan ilmuwan NASA Donald Kessler yang menggambarkan ide dasar dalam makalahnya tahun 1978 “Frekuensi Tabrakan Satelit Buatan: Penciptaan Sabuk Puing”.

Dia dan rekan penulis Burton Cour-Palais mengatakan kemungkinan tabrakan satelit akan meningkat karena semakin banyak pesawat ruang angkasa diluncurkan.

Jadi, bukan cuma satelit target yang akan hancur. Namun, bisa jadi keseluruhan program luar angkasa semua negara terdampak.

Beragam perjanjian persenjataan coba dilakukan untuk melarang ASAT. Yang terbaru adalah usulan Rusia dan Cina pada 2014, yakni perjanjian tentang Pencegahan Penempatan Senjata di Luar Angkasa dan Ancaman atau Penggunaan Kekuatan Terhadap Objek Luar Angkasa ( PPWT).

Namun, itu ditolak oleh Amerika Serikat dengan dalih tidak memiliki verifikasi dan mengizinkan penimbunan sistem ASAT berbasis terestrial (Bumi). Artinya, perjanjian itu hanya melarang ASAT berbasis ruang angkasa dan memungkinkan pengembangan sistem yang diluncurkan dari darat.

Hingga kini, tak ada perjanjian yang benar-benar bisa mencegah senjata penghancur satelit itu.

Sumber : CNN [dot] COM