TikTok ternyata banyak dipakai untuk menyebar propaganda kebencian terhadap Ukraina, sehingga membuat kondisi geopolitik semakin memanas. Hal ini diungkap sendiri oleh raksasa asal China tersebut.
TikTok mengakui bahwa platformnya ditunggangi jaringan akun Rusia untuk menyebar kebencian ke lebih dari 100.000 masyarakat Eropa selama Juli hingga September 2022.
Adapun jaringan akun Rusia itu kebanyakan menargetkan netizen di Jerman, Italia, dan Inggris. Kontennya sengaja disesuaikan dengan bahasa yang digunakan di negara-negara tersebut.
Tak kurang dari 1.700 akun terafiliasi dengan akun Rusia itu. Untuk menyamar, akun-akun itu dirancang selokal mungkin sehingga terkesan tak ada peran Rusia di baliknya.
Dalam tiga bulan sejak dilancarkan, jaringan Rusia sudah mengumpulkan 133.564 pengikut, dikutip dari YahooFinance, Jumat (10/2/2023).
Belum jelas apakah akun-akun itu berhubungan dengan pemerintah Rusia. Adapun pengungkapan ini diumbar TikTok dalam sebuah laporan yang diserahkan ke lembaga Kode Etik dan Disinformasi Uni Eropa.
Lembaga tersebut dibuat secara sukarela sebagai komitmen dari penyedia platform online untuk melawan hoax di internet.
“Kami tak mengizinkan berbagai aktivitas yang menjatuhkan integritas platform kami,” kata juru bicara TikTok. “Fakta bahwa jaringan ini beserta afiliasinya bisa terdeteksi dan langsung kami blokir menunjukkan kami telah berinvestasi pada sumber daya yang mumpuni untuk melindungi komunitas kami,” ia menambahkan.
Menurut CEO dan Founder Anchor Change, Katie Harbath, kampanye-kampanye kebencian di internet akan makin sulit diidentifikasi ke depannya. Pasalnya, teknologi kecerdasan buatan (AI) akan membuat konten-konten makin meyakinkan.
“Sepertinya akan semakin sulit mendeteksi kampanye kebencian ke depannya. Isi konten juga bisa lebih dipercaya untuk para targetnya,” ia menjelaskan.