Sembilan negara Eropa mengadakan pertemuan puncak pada Senin (24/4) untuk meningkatkan pembangkit listrik tenaga angin di wilayah Laut Utara. Hal tersebut dirasa mendesak mengingat imbas dari perang di Ukraina dan dorongan untuk sektor energi terbarukan.
“Kami telah melihat dalam beberapa bulan ini, apa dampaknya jika terlalu bergantung pada pihak luar untuk pasokan energi,” kata Perdana Menteri Belgia, Alexander De Croo, yang menjadi tuan rumah dari pertemuan tersebut di kota pesisir, Ostend.
Para pemimpin anggota Uni Eropa: Prancis, Jerman, Irlandia, Denmark, Belanda dan Luksemburg, bersama ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen, menghadiri pertemuan itu.
Norwegia dan Inggris juga berpartisipasi di mana Inggris diwakili oleh Menteri Ketahanan Energi, Grant Shapps.
Dalam editorial opini bersama yang diterbitkan di Politico, para pemimpin dari sembilan negara tersebut menekankan perlunya membangun lebih banyak turbin angin lepas pantai “untuk mencapai tujuan iklim, dan membebaskan diri dari ketergantungan terhadap gas Rusia, memastikan Eropa yang lebih aman dan mandiri.”
Beberapa pemimpin juga menyoroti perlunya memastikan keamanan ladang angin lepas pantai dan interkoneksinya, setelah laporan baru-baru ini tentang kapal mata-mata Rusia di Laut Utara dan sabotase pipa gas Nord Stream tahun lalu di Laut Baltik.
De Croo mengatakan, infrastruktur Laut Utara, termasuk turbin dan kabel bawah laut “rentan mengalami sabotase atau spionase” dan topik itu “sangat penting” untuk dibahas dalam pertemuan puncak tersebut.
Tujuan kolektif KTT, yang dinyatakan oleh semua pemimpin negara partisipan, adalah meningkatkan pembangkit listrik tenaga angin lepas pantai menjadi 120 gigawatt pada 2030 — dari hanya 30 GW saat ini, dan setidaknya 300 GW pada 2050. Mereka menyadari, besarnya tugas membutuhkan investasi besar; dan peralatan yang standar diperlukan untuk mengurangi biaya dan waktu.