Aksi Tiktoker yang juga warga Lampung bernama Bima Yudha menjadi viral usai menyebut Lampung dengan sebutan “Dajjal” karena sarana infrastruktur berupa jalan yang rusak parah sejak lama. Hal tersebut menyita perhatian Presiden Joko Widodo yang langsung mengadakan kunjungan ke sana.

Mobil yang ditumpangi Jokowi melaju pelan, melewati berbagai jalan yang rusak parah di wilayah Lampung. Ia sengaja mengubah rute jalan yang akan dikunjungi karena ingin melihat situasi dan kondisi ruas jalan di beberapa wilayah di Lampung.

Usai meninjau, Jokowi mengungkapkan pemerintah pusat akan segera mengambil alih perbaikan ruas jalan di wilayah Lampung tersebut.

“Tetapi ini karena memang sudah lama, ya akan diambil alih oleh pemerintah pusat,” ungkap Jokowi.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menjelaskan, khusus untuk wilayah Lampung pemerintah pusat akan mengucurkan dana sebesar Rp800 miliar. Menurutnya, anggaran itu akan digunakan untuk memperbaiki 15 ruas jalan yang akan dimulai pada Juni mendatang setelah proses lelang selesai dilakukan. Meski begitu, ia menekankan bahwa tidak semua kerusakan infrastruktur di daerah harus menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.

“Begitu saya lihat tadi, saya sudah perintahkan Pak Menteri PU (Pekerjaan Umum-red) untuk lelang, tapi juga nanti ada beberapa ruas yang menjadi tanggung jawabnya Pak Gubernur, ada yang tanggung jawabnya Bapak/Ibu Bupati yang ada di sini. Jangan semuanya pemerintah pusat,” jelasnya.

Ia menuturkan, pihaknya juga akan memberikan bantuan yang sama di beberapa provinsi lain. Sarana infrastruktur berupa jalan yang mulus menurutnya kunci kemajuan sebuah daerah.

“Memang tugasnya pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota itu memberikan pelayanan, termasuk menyiapkan jalan yang baik karena itu menyangkut mobilitas barang dan mobilitas orang, dan menyangkut juga biaya logistik, ongkos logistik. Kalau ongkos logistik karena jalannya rusak menjadi tinggi, produk itu tidak bisa bersaing,” tegasnya.

Selain kritikan dari Tiktoker Bima Yudha yang kini tinggal di Australia, masyarakat setempat pun mengakui bahwa jalan-jalan di wilayah Lampung ini sudah rusak sejak lama.

“Jalannya parah banget, hancur banget bergelombang, terus jadinya kalau jalannya hancur begini orang jarang yang mau jalan ke sini. Jadi proses perkembangan di sini agak kurang ya, gimana kita mau maju?” ungkap Mei seorang warga Lampung Selatan.

Solusi yang Tidak Solutif

Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah mengungkapkan langkah Jokowi dengan mengambil alih perbaikan jalan yang rusak di Lampung tersebut merupakan solusi yang tidak solutif. Ia khawatir kebijakan ini akan menjadi bumerang bagi pemerintah pusat.

“Menurut saya tidak tepat. Ini akan memicu daerah lain meminta perlakuan yang sama. Saya khawatir APBD yang ada itu tidak diprioritaskan untuk membangun infrastruktur. Jadi takutnya nanti ada anggapan dari pemerintah daerah, kalau ada jalan rusak tanggung jawab pemerintah pusat. Jadi apa-apa (tanggung jawab) pemerintah pusat. Nanti jadi repot, Ini kan berbahaya,” ungkap Trubus.

Padahal, katanya, setiap ruas jalan sudah ada tanggung jawab masing-masing dari pemerintah daerah untuk membangun, merawat dan memperbaiki. Maka dari itu, ia melihat langkah Jokowi dalam menuntaskan permasalahan ini layaknya seperti pencitraan semata.

Lebih jauh, ia mengatakan persoalan kerusakan infrastruktur ini juga terjadi di beberapa daerah lainnya. Menurutnya, hal ini terjadi karena banyak daerah yang menjadi korban kebijakan dari pemerintah pusat yakni pemekaran wilayah di daerah yang tidak tepat, seperti minimnya sumber daya alam (SDA) yang dimiliki. Daerah yang dimekarkan kemudian hanya mengandalkan dana alokasi khusus (DAK) dan dana alokasi umum (DAU) dari pemerintah pusat.

“Jadi akhirnya yang kita lihat banyak daerah nyaris 60 persen lebih anggarannya hanya untuk gaji pegawai di dalam APBD. Seperti di Lampung ini disinyalir sampai 47 persen anggarannya hanya untuk gaji pegawai, sementara untuk bangun infrastukturnya hanya 20 persen. Makanya di situ ada jalan yang lebih dari 10 tahun tidak pernah dibangun atau diperbaiki,” tuturnya.

Dampak ke Layanan Transportasi Umum

Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan dan Penguatan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno mengatakan viralnya jalanan rusak di Lampung ini hendaknya dijadikan momentum untuk membenahi pembangunan jalan yang berkualitas dan menghentikan operasi truk berdimensi dan bermuatan lebih.

“Aktivitas truk berdimensi dan muatan lebih merusak aset negara, sehingga perlu ditindak,” ungkap Djoko.

Ia menjelaskan rusaknya jalan disebabkan oleh tiga faktor utama, yakni kontruksi yang tidak sesuai spesifikasi teknis, dilewati kendaraan truk yang kelebihan dimensi dan mengangkut muatan lebih dan pembangunan drainase yang tidak sempurna.

Di Lampung ini, Djoko juga menyoroti dampak dari jalanan yang rusak kepada layanan transportasi umum yang perlahan pasti akan ditinggalkan oleh masyarakat.

“Jarak tidak begitu panjang, tapi waktu tempuh bisa menjadi lebih lama. Selain itu dengan jalan rusak akan mempengaruhi kondisi kendaraan yang cepat rusak, umur kendaraan menjadi pendek, biaya pemeliharaan menjadi lebih tinggi. Di sisi lain, membuat penumpang tidak nyaman, sehingga lama kelamaan meninggalkan menggunakan transportasi umum,” jelasnya.

Berdasarkan data Perum Damri pada 2023, terdapat tujuh trayek angkutan jalan perintis di Provinsi Lampung yang melayani rute sepanjang 402 kilometer. Namun, sekitar 26 persen atau 105 kilometer di antara jalan tersebut dalam kondisi rusak.

“Layanan bus perintis sangat dibutuhkan masyarakat di daerah yang jauh dari pusat kota. Sayangnya, kepala daerah tidak banyak yang mau mengusulkan trayek perintis ini ke pemerintah pusat. Akhirnya, masyarakat yang sudah terisolir karena jalan rusak, akan makin kurang sejahtera,” pungkasnya.