Perubahan iklim memberikan efek yang buruk untuk kehidupan makhluk hidup di Bumi, salah satunya cuaca ekstrem. Namun, ada beberapa efek tak terduga yang juga diakibatkan oleh perubahan iklim.
Cuaca ekstrem, peningkatan suhu, dan rusaknya lingkungan menjadi beberapa dampak perubahan iklim yang diketahui banyak orang. Perubahan iklim juga memiliki dampak yang tak terlalu kentara, mulai dari turbulensi pesawat yang lebih parah hingga berkurangnya jam tidur.
Dikutip dari Live Science, berikut daftar efek tak terduga dari perubahan iklim:
1. Kopi berkurang
Sebuah studi yang terbit pada 26 Januari 2022 di Jurnal PLoS One mengungkapkan perubahan iklim dapat mengurangi separuh dari jumlah lahan yang dapat ditanami kopi pada tahun 2050.
Dengan memodelkan tiga skenario iklim yang berbeda yang membatasi pemanasan global pada 2,7 F (1,5 C), 4,3 F (2,4 C) atau 7,2 F (4 C), para ilmuwan menemukan bahwa jumlah wilayah yang sangat cocok untuk menanam kopi –seperti wilayah Brasil, Vietnam, Indonesia dan Kolombia– dapat berkurang hingga 50 persen.
2. Ukuran katak menyusut, tapi bersuara dengan nada lebih tinggi
Peningkatan suhu global membuat katak coquí jantan (Eleutherodactylus coqui) di Puerto Rico bersuara dengan nada yang lebih tinggi. Dalam sebuah studi, para peneliti menjelaskan bagaimana kenaikan suhu menyebabkan amfibi ini menyusut, sehingga membuat suaranya lebih tinggi.
Para peneliti menemukan katak yang tinggal di dekat kaki gunung, yang relatif lebih hangat, bersuara dengan nada yang lebih tinggi daripada katak yang lebih besar yang tinggal di dataran yang lebih tinggi yang relatif lebih dingin.
Ketika kembali ke lereng yang sama dua dekade kemudian ketika suhu global meningkat, mereka menemukan katak-katak tersebut bersuara dengan nada yang lebih tinggi.
3. Turbulensi pesawat lebih parah
Dalam sebuah penelitian yang terbit pada 8 Juni di jurnal Geophysical Research Letters, para ilmuwan membandingkan data iklim dari 1979 hingga 2020 dengan data turbulensi udara di Atlantik Utara.
Para peneliti menemukan turbulensi parah yang disebabkan oleh tabrakan aliran udara yang bergerak dengan kecepatan yang berbeda melonjak 55 persen dari total durasi 17,7 jam pada 1979 menjadi 27,4 jam pada 2020.
Sementara itu, tingkat turbulensi sedang meningkat sebesar 37 persen selama periode waktu yang sama. Para peneliti menyebut perubahan iklim kemungkinan besar berada di balik peningkatan ini, karena udara yang lebih panas berarti kecepatan dan arah angin berubah lebih kuat.
4. Jam tidur berkurang
Pada 2010, orang-orang telah kehilangan sekitar 44 jam tidur setiap tahunnya karena malam yang panas akibat pemanasan global.
Para peneliti memprediksi jumlah ini bakal meningkat menjadi 58 jam waktu tidur yang hilang per tahun pada 2100 di bawah skenario emisi karbon yang tinggi.
Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan pada Mei 2022 di jurnal One Earth, para ilmuwan membandingkan data tidur yang dikumpulkan menggunakan gelang pelacak tidur dari 48.000 orang di 68 negara, dan menemukan orang tidur lebih larut dan bangun lebih awal pada malam dengan suhu yang lebih panas.
5. Gigitan anjing meningkat
Sebuah penelitian yang diterbitkan pada 15 Juni di jurnal Scientific Reports mengindikasikan bahwa agresi anjing juga meningkat seiring dengan meningkatnya suhu. Hal ini membuat lebih banyak gigitan anjing yang tercatat pada hari-hari yang lebih panas.
Dengan menganalisis data 69.525 gigitan anjing di delapan kota di Amerika Serikat, yakni Dallas, Houston, Baltimore, Baton Rouge, Chicago, Louisville, Los Angeles, dan New York City, tim peneliti menemukan peningkatan 11 persen gigitan anjing pada hari-hari dengan sinar ultraviolet yang tinggi, dan peningkatan 4 persen saat suhu udara tinggi.
6. Lebih banyak petir
Pemanasan global disebut dapat mengubah pola petir di seluruh dunia, dan hal ini dapat mengakibatkan lebih banyak kebakaran hutan.
Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan pada 10 Februari di jurnal Nature Communications, para peneliti menyelidiki petir arus panjang atau jenis petir yang dikenal sebagai penyebab utama kebakaran hutan yang dipicu oleh petir.
Mereka memperkirakan sambaran ini akan menjadi 10 persen lebih sering terjadi untuk setiap kenaikan suhu 1 derajat Celcius. Hal ini dapat mencapai 40 persen peningkatan sambaran petir pada akhir abad ini berdasarkan proyeksi perubahan iklim skenario terburuk.
7. Bayi lebih sedikit
Hari-hari yang lebih panas telah dikaitkan dengan penurunan angka kelahiran. Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan pada 2018 di jurnal Demography, para peneliti menemukan hari-hari dengan suhu rata-rata di atas 26,7 derajat Celcius dikaitkan dengan penurunan 0,4 persen dalam angka kelahiran sekitar sembilan bulan kemudian dibandingkan dengan hari-hari dengan suhu antara 15,6 derajat Celcius dan 21,1 derajat Celcius.
Alih-alih menyebabkan penurunan gairah seks, para ilmuwan berpikir suhu tinggi dapat menurunkan kesuburan. Menurut beberapa penelitian, kondisi panas diketahui dapat mengganggu kemampuan berenang sperma.
8. Kadal berganti jenis kelamin
Meningkatnya suhu membuat komodo janggut tengah (Pogona vitticeps) di Australia berganti jenis kelamin.
Untuk beberapa reptil, jenis kelamin dipengaruhi oleh suhu yang dihadapi telur-telur mereka saat berkembang, dengan suhu yang lebih tinggi terkait dengan lebih banyak betina.
Dalam sebuah studi pada 2015 yang diterbitkan di jurnal Nature, para ilmuwan menggambarkan bagaimana 11 dari 131 kadal yang ditangkap di alam liar memiliki kromosom kelamin jantan, tetapi kondisi inkubasi yang hangat menyebabkan mereka mengembangkan anatomi tubuh betina. Kadal yang mengalami perubahan jenis kelamin ini diketahui dapat bertelur seperti kadal betina biasa.
9. Alergi memburuk
Meningkatnya suhu menyebabkan musim semi yang lebih awal dan lebih lama, dan ini membuat lebih banyak serbuk sari ke udara. Hal ini akan membuat hidup sedikit lebih sulit bagi orang-orang dengan alergi seperti demam.
Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan pada 2021 di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences, para ilmuwan menemukan musim pilek semakin panjang di Amerika Utara, meningkat 20 hari antara tahun 1990 hingga 2018.
Mereka juga menemukan tingkat serbuk sari meningkat 21 persen dalam periode waktu yang sama. Perubahan ini mungkin disebabkan oleh pemanasan global dan sudah memperburuk alergi.
10. Bumi meredup
Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Geophysical Research Letters pada 2021, para ilmuwan menganalisis jumlah sinar matahari yang dipantulkan dari Bumi ke bulan antara 1998 hingga 2017. Mereka menemukan Bumi tampaknya semakin redup.
Temuan para peneliti mengungkapkan laut yang lebih panas mengurangi jumlah awan dataran rendah yang memantulkan cahaya di atas Samudra Pasifik bagian timur, sehingga menyebabkan lebih sedikit cahaya Matahari yang memantul ke Bumi. Hal ini menyebabkan lebih banyak energi cahaya yang terperangkap di Bumi, dan hal ini dapat meningkatkan pemanasan global.
Sumber : CNN [dot] COM