China Diganjar Sanksi Oleh Negara-Negara Barat Atas Pelanggaran HAM Terhadap Muslim Uighur

0
566

Sejumlah negara Barat menjatuhkan sanksi kepada beberapa pejabat China atas pelanggaran hak asasi manusia terhadap kelompok minoritas Uighur.

China menahan orang-orang Uighur – sebagian besar beragama Islam – di kamp-kamp di wilayah Xinjiang, tempat munculnya dugaan penyiksaan, kerja paksa, dan penganiayaan seksual telah.

Sanksi tersebut diperkenalkan sebagai upaya terkoordinasi oleh Uni Eropa, Inggris, Amerika Serikat, dan Kanada.

China merespons dengan menjatuhkan sanksi kepada sejumlah pejabat Eropa.

China menyangkal tuduhan adanya penganiayaan, mengklaim bahwa kamp-kamp tersebut adalah fasilitas “re-edukasi” untuk melawan terorisme.

Namun Menteri Luar Negeri Kerajaan Inggris Dominic Raab mengatakan perlakuan terhadap kelompok Uighurs merupakan “pelanggaran terhadap hak manusia yang paling asasi”.

Sebelumnya, Uni Eropa tidak pernah memberlakukan sanksi baru terhadap China atas pelanggaran hak asasi manusia sejak peristiwa Lapangan Tiananmen pada 1989, ketika aparat di Beijing menembaki pengunjuk rasa pro-demokrasi.

Menyasar pejabat pemerintah

Sanksi tersebut, yang meliputi larangan bepergian dan pembekuan aset, menyasar pejabat senior di Xinjiang yang dituduh melakukan pelanggaran serius hak asasi manusia terhadap Muslim Uighur.

Berikut ini mereka yang dikenai sanksi:

  • Chen Mingguo, direktur Biro Keamanan Publik Xinjiang, kepolisian setempat
  • Wang Mingshan, anggota komite tetap Partai Komunis di Xinjiang yang, menurut Uni Eropa, “memegang posisi politik penting yang bertanggung jawab mengawasi” penahanan kaum Uighur
  • Wang Junzheng, sekretaris partai Xinjiang Production and Construction Corps (XPCC), organisasi ekonomi dan paramiliter milik negara
  • Mantan deputi kepala Partai Komunis di Xinjiang, Zhu Hailun, yang dituduh memegang “posisi politik penting” dalam mengawasi keberjalanan kamp-kamp
  • Biro Keamanan Publik Xinjiang Production and Construction Corps, yang bertanggung jawab menerapkan kebijakan XPCC dalam urusan keamanan, termasuk manajemen pusat penahanan

Menlu Inggris Dominic Raab menyebut penganiayaan terhadap Muslim Uighur di Xinjiang “salah satu krisis kemanusiaan terburuk di zaman ini”.

A map showing the Xinjiang region

“Saya pikir jelas bahwa bertindak bersama mitra kami – total ada 30 negara – kami mengirim pesan yang sangat jelas kepada pemerintah China, bahwa komunitas internasional tidak akan menutup mata terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang begitu serius dan sistematis, dan bahwa kami akan bertindak bersama-sama untuk meminta pertanggungjawaban,” katanya kepada sesama anggota parlemen Inggris.

Dalam pernyataan pers, Menlu AS Antony Blinken berkata China sedang melakukan “genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan”. AS mengatakan mereka mengenakan sanksi kepada Wang Junzheng dan Chen Mingguo karena hubungan mereka dengan “penahanan yang semena-mena dan penganiayaan fisik yang parah, serta pelanggaran HAM berat lainnya”.

Kementerian Luar Negeri Kanada mengatakan: “Banyak bukti mengarah pada pelanggaran HAM yang sistematis dan dipimpin oleh negara, yang dilakukan otoritas China.”

Sanksi ini muncul di saat semakin banyak negara di dunia memperhatikan dengan cermat perlakuan China terhadap kaum Uighur.

Tuduhan terhadap China

Lebih dari satu juta Uighur dan kelompok minoritas lainnya diperkirakan telah ditahan di kamp-kamp di Xinjiang.

Xinjiang terletak di barat laut China dan merupakan wilayah terbesar di negara itu. Seperti halnya Tibet, ia adalah wilayah otonomi, yang berarti – dalam teori – ia berhak untuk mengatur dirinya sendiri. Akan tetapi dalam praktiknya, kedua wilayah menghadapi banyak pembatasan dari pemerintah pusat.

Kaum Uighur yang tinggal di wilayah tersebut berbicara dalam bahasa mereka sendiri, yang mirip bahasa Turki, dan menganggap diri mereka dekat secara budaya dan etnis dengan negara-negara di Asia Tengah.

Pemerintah China telah dituduh melakukan sterilisasi paksa terhadap para perempuan Uighur dan memisahkan anaka-anak dari keluarganya.

Investigasi BBC yang diterbitkan pada Februari lalu memuat kesaksian langsung tentang pemerkosaan sistematis, pelecehan seksual, dan penyiksaan terhadap para tahanan.

Seorang perempuan bersaksi bahwa para tahanan perempuan dikeluarkan dari sel mereka “setiap malam” dan diperkosa oleh satu atau lebih laki-laki China bertopeng. Seorang mantan penjaga di salah satu kamp, yang berbicara dengan syarat namanya tidak disebut, menceritakan penyiksaan dan kekurangan makanan yang dialami para tahanan.

China telah melarang siaran televisi BBC World News karena liputan tentang isu Uighur dan virus korona.

Negara itu awalnya menyangkal keberadaan kamp, kemudian membelanya sebagai tindakan yang diperlukan untuk melawan terorisme. Mereka menyangkal tuduhan pelanggaran hak asasi manusia.

China membalas dengan sanksi

China pada hari Senin mengatakan sanksi tersebut – yang awalnya diumumkan oleh Uni Eropa – “berdasarkan pada kebohongan dan disinformasi”.

Mereka mengatakan akan menjatuhkan sanksi kepada 10 orang dan empat entitas di Eropa “yang sangat merugikan kedaulatan dan kepentingan China serta dengan niat jahat menyebarkan kebohongan dan disinformasi” sebagai tanggapan. Mereka yang terkena sanksi China dilarang memasuki negara atau berbisnis dengannya.

Politikus Jerman Reinhard Butikofer, yang memimpin delegasi Parlemen Eropa untuk China, termasuk di antara pejabat tinggi dalam daftar China. Adrian Zenz, pakar terkemuka kebijakan China di Xinjiang, dan sarjana Swedia Bjorn Jerden juga menjadi sasaran.

Zenz telah melaporkan secara ekstensif dugaan pelanggaran HAM di Xinjiang. Laporannya tahun lalu tentang sterilisasi paksa terhadap warga Uighur mendorong seruan internasional kepada PBB untuk menyelidikinya. Media pemerintah menyebutnya sebagai tokoh “anti-China yang terkenal”, dan menuduhnya menyebarkan kebohongan.

Anggota parlemen Belanda Sjoerd Sjoerdsma, yang dimasukkan dalam daftar sanksi China, mengatakan tindakan pembalasan “membuktikan bahwa China sensitif terhadap tekanan.”

“Biarlah ini menjadi dorongan bagi semua kolega Eropa saya: Bicaralah,” tulisnya di Twitter.