Gempa swarm adalah serangkaian aktivitas gempa bumi yang terjadi di kawasan sangat lokal, dengan magnitudo relatif kecil, memiliki karakteristik frekuensi kejadian sangat sering, dan berlangsung dalam periode waktu tertentu.
Aktivitas gempa di Kabupaten Bogor saat ini layak disebut swarm karena gempa yang terjadi sangat banyak tetapi tidak ada gempa yang magnitudonya menonjol sebagai gempa utama (mainshocks). Selain itu memang rata-rata magnitudo gempa relatif kecil, yaitu kurang dari Magnitudo 4,0.
Aktivitas gempa swarm merupakan cerminan berlangsungnya proses pelepasan tegangan pada batuan kulit Bumi yang berlangsung karena karakteristik batuan yang rapuh (brittle). Jika medan tegangan yang tersimpan di dalam sudah habis, maka aktivitas gempa swarm ini dengan sendirinya akan berakhir.
Badan Meteorologi Klimatologi Dan Geofisika (BMKG) Regional I Medan mendata setidaknya telah terjadi 44 kali kejadian gempa bumi di wilayah Kabupaten Samosir,Sumatera Utara, Selasa (11/5).
Dia menyebutkan dapat disimpulkan bahwa rentetan gempa bumi yang terjadi di Samosir ini termasuk dalam klasifikasi tipe gempa kerumunan atau gempa swarm.
Menurut Lewi sejak 18 Februari 2021 hingga 11 Mei 2021 pukul 08.00 WIB, telah terjadi total 142 kejadian gempa bumi di sekitar Samosir. Gempa swarm ini meskipun magnitudonya kecil akan tetapi cukup intensif.
Penyebab gempa swarm
Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Tiar Prasetya mengatakan, gempa-gempa dengan kedalaman dangkal bahkan sangat dangkal disebut juga gempa swarm merupakan dampak dari sesar yang aktif.
“Jadi setiap pergerakan sesar itu lalu patah, terjadi gempa maka energi yang dikeluarkan kecil,” katanya seperti dikutip Antara.
Ia menambahkan pergerakan sesar sering terjadi dalam waktu-waktu tertentu bisa dalam sebulan atau dua bulan
Pada beberapa kasus gempa swarm biasa juga terjadi di zona gunung api. Swarms dapat terjadi di bagian yang mengalami akumulasi medan tegangan berkaitan dengan aktivitas pergerakan magma.
Selain berkaitan dengan aktivitas vulkanisme, beberapa laporan menunjukkan bahwa gempa swarms juga dapat terjadi di kawasan non-vulkanik.
Fenomena swarms memang dapat terjadi pada kawasan dengan karakteristik batuan rapuh dan mudah mengalami retakan-retakan (fractures).
Mitigasi
Bagi kalangan ahli, gempa swarms merupakan fenomena alam biasa. Namun demikian karena fenomena semacam ini jarang terjadi dan masyarakat sebagian besar belum banyak memahaminya, maka wajar jika banyak yang merasa resah.
Wilayah Indonesia memang rawan terjadi gempa karena terletak di zona pertemuan tiga lempeng tektonik yaitu Lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik.
Sudah tentu ketika lempeng bergerak maka tanah di atasnya akan bergoyang yang disebut gempa. Karena hingga saat ini belum ada teknologi yang mampu menginformasikan kapan dan di mana gempa akan terjadi, maka bisa saja gempa terjadi sewaktu-waktu.
Sudah semestinya masyarakat yang tinggal di daerah rawan gempa lebih memahami mitigasi bencana dan cepat tanggap saat gempa terjadi. Paham apa yang harus dilakukan sebelum, saat dan sesudah gempa.
Masyarakat harus ‘melek’ terhadap kerawanan bencana di daerahnya masing-masing. Maka kesiapsiagaan bencana sangat penting. Masyarakat tidak perlu takut tinggal di daerah rawan bencana, yang terpenting informasi potensi gempa harus direspon dengan langkah nyata dengan memperkuat mitigasi.