9,2 Juta Ton Sampah Pandemi ‘Berenang’ di Lautan

0
766

Kini disebut lebih dari 28 ribu ton sampah plastik seperti masker dan sarung tangan berakhir di laut, 9,2 juta ton di antaranya diproduksi sejak pandemi Covid-19.

Rumah sakit dan fasilitas medis disebut jadi penyumbang terbesar sampah plastik.

Volume limbah akibat pandemi setara dengan 2 ribu bus. Sebagian dari bekas penggunaan sarung tangan karet dan plastik, serta bahan kemasan dari kegiatan transaksi selama pandemi, berputar di Kutub Utara.

Berdasarkan analisis para peneliti, ditemukan 193 negara menghasilkan sekitar 9,2 juta ton sampah plastik sejak awal pandemi Covid-19, hingga pertengahan Agustus 2021.

Sebagian besar plastik dihasilkan oleh rumah sakit, sekitar 87,4 persen. Sementara itu 7,6 persen dihasilkan oleh individu.

“Sebagian besar plastik berasal dari limbah medis yang dihasilkan oleh rumah sakit yang mengerdilkan kontribusi dari alat pelindung diri dan bahan paket belanja online,” ungkap peneliti.

Pengemasan dan alat uji masing-masing menyumbang sekitar 4,7 persen dan 0,3 persen dari limbah.

Tim peneliti sampah plastik itu melaporkan dalam sebuah penelitian baru, yang diterbitkan secara online pada 8 November di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences.

Tim mengembangkan model untuk memprediksi berapa banyak sampah plastik ini berakhir di laut setelah dibuang. Mereka memperkirakan bahwa, pada 23 Agustus, sekitar 28.550 ton puing-puing plastik telah mengalir ke lautan, mengalir melewati 368 sungai besar.

Para peneliti meyakini dalam waktu tiga tahun, sebagian besar puing-puing akan bergeser dari permukaan laut ke pantai dan dasar laut. Lebih dari 70 persen terbawa ke pantai pada akhir tahun.

Dalam jangka waktu singkat, sampah sebagian besar akan berdampak pada lingkungan pesisir di dekat sumber aslinya. Sedangkan dalam jangka panjang, tumpukan sampah dapat terbentuk di laut terbuka.

Menurut prediksi pemodelan yang dilakukan tim menjelaskan kumpulan sampah dapat terakumulasi di Pasifik timur laut dan samudra Hindia tenggara.

Namun, plastik yang tersapu menuju Arktik akan menemui jalan buntu, dan sebagian besar kemudian akan dengan cepat tenggelam ke dasar laut.

Pandemi Covid-19 telah membuat penggunaan masker sekali pakai dan sarung tangan meningkat. Kini, jutaan ton sampah berenang di lautan.
Pandemi Covid-19 telah membuat penggunaan masker sekali pakai dan sarung tangan meningkat. Kini, jutaan ton sampah berenang di lautan. (Foto: AFP/LILLIAN SUWANRUMPHA)

Para peneliti juga memprediksi bahwa apa yang disebut zona akumulasi plastik sirkumpolar akan terbentuk pada tahun 2025.
“Pada akhir abad ini, model tersebut menunjukkan bahwa hampir semua plastik terkait pandemi berakhir di dasar laut (28,8 persen) atau pantai (70,5 persen), berpotensi merusak ekosistem bentik(wulayah terdalam laut),” tulis peneliti seperti dikutip Live Science.

Atas temuan itu para peneliti menyoroti sungai dan aliran yang bermuara ke laut, untuk sebaiknya mendapatkan perhatian khusus dalam pengelolaan sampah plastik.

“Pandemi Covid-19 baru-baru ini telah menyebabkan peningkatan permintaan plastik sekali pakai, meningkatkan masalah yang sudah di luar kendali ini,” tulis penulis penelitian.

Secara khusus, studi ini menyoroti kebutuhan akan sistem yang lebih baik untuk mengumpulkan, mengolah, dan membuang sampah plastik medis di negara berkembang, untuk menjauhkannya dari sungai.

Selain itu peneliti juga meminta untuk membatasi penggunaan plastik sekali pakai. Hal itu disebut menjadi alternatif berkelanjutan.

Dikutip Guardian, sebelumnya penelitian pada Maret 2021 mengungkap kasus pertama seekor ikan yang terperangkap dalam sarung tangan medis, ditemukan selama pembersihan kanal di Leiden, Belanda.

Sedangkan si Brasil, masker ditemukan di dalam perut penguin Magellan yang mati.

Studi di China menemukan bahwa 46 persen sampah plastik yang salah kelola berasal dari Asia, karena tingginya tingkat pemakaian masker oleh individu, diikuti Eropa, 24 persen, dan Amerika Utara dan Selatan, 22 persen.

Sumber : CNN [dot] COm