Kolaborasi China-Rusia di Antariksa Jadi Tantangan untuk Barat

0
495

China dan Rusia telah mulai berkolaborasi dalam teknologi untuk menyaingi sistem navigasi satelit GPS AS dan Galileo Eropa, sementara kedua negara itu berupaya menjalin hubungan militer dan strategis yang lebih erat.

Awal tahun ini, China setuju untuk menerima stasiun-stasiun pemantau darat bagi sistem penentuan posisi GLONASS Rusia di wilayahnya, yang meningkatkan akurasi dan jangkauan global, tetapi dapat menimbulkan risiko keamanan. Sebagai balasannya, Rusia setuju untuk menerima stasiun darat bagi sistem BeiDou China.

Kesepakatan timbal balik ini menunjukkan berkembangnya tingkat kepercayaan dan kerja sama antara Moskow dan Beijing, kata analis Alexander Gabuev, peneliti senior dan ketua bidang Rusia dalam Program Asia-Pasifik di Carnegie Moscow Center.

“Perpecahan Rusia dengan Barat serta mendalamnya konfrontasi dan persaingan antara China dan AS sebagai dua adidaya jelas berkontribusi pada pemulihan hubungan antara Moskow dan Beijing. Ada kondisi saling melengkapi ekonomi yang alami di mana Rusia memiliki sumber daya alam yang melimpah, dan China memiliki modal dan teknologi untuk mengembangkan sumber daya itu. Dan akhirnya, keduanya adalah negara otoriter, sehingga mereka tidak alergi sewaktu membicarakan pengaturan politik dalam negeri, atau peracunan (pemimpin oposisi Rusia) Alexi Navalny, atau isu-isu seperti Hong Kong atau HAM di Xinjiang,” kata Gabuev.

Perlu beberapa waktu agar kolaborasi sistem navigasi satelit ini dirasakan di lapangan.

“Sejauh ini, kami belum melihat hasil penting, karena di Rusia, Rusia masih semakin bergantung pada GLONASS tetapi juga pada GPS. Kami belum memiliki proyek-proyek besar terkait BeiDou,” lanjut Gabuev.

Satelit dianggap sebagai komponen krusial bagi kekuatan militer abad ke-21. Bulan lalu, Rusia menguji coba misil yang ditembakkan ke salah satu satelitnya. AS mengatakan puing-puing akibat penembakan itu mengancam astronaut di Stasiun Antariksa Internasional.

“Yang paling mengganggu adalah bahaya yang diciptakannya terhadap masyarakat internasional. Ini melemahkan stabilitas strategis,” kata Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin kepada wartawan pada 17 November.

Rusia, China dan AS termasuk beberapa negara yang sedang mengembangkan misil hipersonik, yang bergerak melalui lapisan atas atmosfer hingga lima kali kecepatan suara.

Sementara itu Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan AS telah gagal untuk terlibat dalam perjanjian antariksa bersama Rusia-China.

“Mereka telah mengabaikan selama bertahun-tahun prakarsa Rusia dan China untuk mempersiapkan suatu perjanjian untuk mencegah persaingan senjata di antariksa. Mereka mengabaikannya, malah bersikeras untuk membangun semacam aturan universal,” kata Lavrov.