Bertahun-tahun sejak Facebook secara diam-diam menghilangkan slogan bahwa situs itu “gratis dan akan selalu gratis,” perusahaan induknya, Meta, hari Minggu (19/2) mengumumkan layanan berlangganan berbayar yang langsung banyak dikritik khalayak.
Meta mengikuti jejak menuju sistem layanan berlangganan berbayar yang sudah lebih dulu diterapkan para pesaingnya, dari Reddit dan Snapchat, hingga Twitter dan Discord.
Namun kritikus sangat khawatir pada cara Meta memilih struktur berlangganannya, yang akan dibanderol $11.99 untuk versi web atau $14.99 untuk versi mobile (ponsel).
Perusahaan media sosial itu mengatakan, pelanggan akan mendapatkan lencana verifikasi, perlindungan ekstra terhadap upaya peniruan identitas, akses langsung ke pihak bantuan pelanggan, dan visibilitas yang lebih baik.
Pakar keamanan dunia maya, Kavya Pearlman, tidak terkesan oleh gagasan membayar lebih untuk mendapat perlindungan, yang menurutnya akan menciptakan “sistem kasta digital” terhadap mereka yang mampu dan kurang mampu.
“Fitur keselamatan dan keamanan TIDAK boleh diperjualbelikan,” cuitnya. Ia justru menyarankan kepada “para CEO dan sejawatnya” agar menagih uang dari para peniru, alih-alih mengambil uang dari pelanggan yang sudah membayar perusahaan dengan data pribadi mereka.
Dewan Pengawas Facebook (The Real Facebook Oversight Board), kelompok lobi yang sangat kritis terhadap Meta, mencuit: “Kini Facebook ingin Anda mendanai sistem berbahaya yang menggerakkan seluruh bisnisnya.”
Meniru Elon Musk
Kekhawatiran yang lebih luas disampaikan Sinan Aral, profesor Institut Teknologi Massachusetts (MIT) yang melakukan eksperimen selama dua tahun untuk mengamati dampak pelabelan akun terhadap perilaku online.
Penelitiannya menunjukkan bahwa “petunjuk identitas” seperti Twitter Blue atau Meta Verified dapat menyebabkan lebih banyak reaksi “tanpa pikir panjang,” terbaginya pengguna ke dalam kelompok yang dianggap “layak dan tidak layak,” serta semakin besarnya fokus terhadap kepribadian seseorang alih-alih konten seseorang.
Analis keuangan mengatakan, sistem-sistem baru yang diujicobakan oleh perusahaan-perusahaan media sosial – setidaknya dalam jangka pendek – tidak akan menghasilkan uang sebanyak yang bisa dihasilkan Meta dari pengiklan.
“Kami memperkirakan, layanan verifikasi akun baru ini tidak akan melampaui satu atau dua persen dari total pendapatan selama 18 bulan ke depan,” kata Angelo Zino dari lembaga riset CFRA.
Ia mengatakan, Meta mungkin akan terus mencari cara lain untuk memonetisasi kedua miliar penggunanya, ketika pemain besar lain seperti Netflix mungkin akan mengambil sebagian pendapatan iklannya dalam beberapa tahun ke depan.
Berisiko bagi Meta
Layanan baru Meta itu akan mulai digulirkan di Australia dan Selandia Baru sebelum dirilis ke seluruh dunia.
Pengumuman itu ditanggapi dunia maya dengan berbagai cemoohan dan meme yang mengejek bos Meta Mark Zuckerberg mengambil ide mitranya di Twitter, Elon Musk.
“Tidak terhindarkan,” balas Musk pada salah satu meme tersebut.
Zuckerberg akan mengharapkan proses yang lebih mulus dibanding yang dihadapi Musk saat ia merilis Twitter Blue, yang pada akhirnya harus ditarik ketika platformnya dibanjiri akun-akun tiruan.
Meski demikian, Matt Navarra, seorang konsultan media sosial, memperingatkan bahwa Instagram telah mengumumkan langkah itu sebelum Zuckerberg.
Ia mengatakan bahwa peluncuran layanan itu “sedikit tidak terencana dan mendadak.”
“Bagi sebagian besar pengguna Meta, baik di Facebook ataupun Insta, penawaran baru ini mungkin akan disambut dengan acuh tak acuh,” kata Susannah Streeter dari Hargreaves Lansdown.
Ia mengatakan, bisnis kecil dan orang-orang terkenal mungkin tergoda untuk memanfaatkan layanan itu untuk melindungi diri mereka dari pembajak atau akun peniru, atau agar semakin terekspose.
Namun, Dan Ives dari Webush securities menyebut langkah Meta itu berisiko.
“Bisa jadi muncul reaksi negatif dari konsumen yang tidak akan pernah membayar sepeser pun kepada facebook atau Instagram, dan langkah ini akan membuat mereka ditinggalkan pelanggan,” katanya.