Hakim AS Mentahkan Peraturan Trump Soal Alat Kontrasepsi dan Agama

0
847

Seorang hakim federal Amerika Serikat mementahkan peraturan baru pemerintahan Presiden Donald Trump soal keluarga berencana.

Aturan itu awalnya membolehkan perusahaan dan pemberi asuransi untuk menolak menyediakan alat kontrasepsi jika hal itu melanggar “keyakinan agama” atau “prinsip moral”.

Jika tidak ada aral melintang, aturan itu akan berlaku di seantero AS pada mulai Senin (14/1).

Akan tetapi, Hakim Wendy Beetlestone di Philadelphia mengabulkan permintaan jaksa negara bagian Pennsylvania dan New Jersey untuk menolak aturan tersebut.

Sang hakim menilai aturan baru itu akan mempersulit banyak perempuan memperoleh alat kontrasepsi secara gratis dan bakal menjadi beban bagi banyak negara bagian.

Putusan tersebut sejalan dengan putusan seorang hakim di negara bagian California, pada Minggu (13/1), yang hanya mencakup 13 negara bagian dan Washington DC.

Pada masa pemerintahan Presiden Barack Obama, sekitar 55 juta perempuan mendapat manfaat dari aturan keluarga berencana yang mewajibkan semua perusahaan menyediakan alat kontrasepsi secara cuma-cuma.

Namun, sebelum menjabat, Trump berikrar untuk menghapus kewajiban tersebut.

Dalam pernyataan resmi, Xavier Becerra selaku jaksa negara bagian California menegaskan: “Ini tahun 2019, tapi pemerintahan Trump masih berupaya menggulung hak-hak perempuan.”

“Aturannya sudah sangat jelas. Pemberi kerja tidak punya urusan mencampuri keputusan kesehatan perempuan.”

Mandat yang mewajibkan perusahaan menyediakan alat kontrasepsi secara gratis merupakan salah satu elemen penting dalam layanan kesehatan yang digagas Obama atau disebut Obamacare.

Trump ingin menghapus mandat tersebut sehingga institusi keagamaan tak lagi bertanggung jawab atas penyediaan alat kontrasepsi.

Masalahnya, menurut Becerra, jika aturan Trump disahkan negara-negara bagian terpaksa menyediakan layanan tambahan di bidang keluarga berencana dan ongkos kesehatan membengkak akibat kehamilan tak terencana.

Di sisi lain, berdasarkan berkas-berkas di pengadilan, Departemen Kehakiman menyatakan aturan baru yang digagas pemerintahan Trump membela “golongan yang punya keyakinan agama dan moral tulus” sehingga mereka tidak melakoni praktik “yang berlawanan dengan kepercayaan mereka”.