Pemerintah Indonesia terhitung mulai Jumat (14/07) resmi memblokir layanan percakapan instan Telegram dengan alasan Telegram “dapat membahayakan keamanan negara karena tidak menyediakan SOP dalam penanganan kasus terorisme”, langkah yang diprotes pengguna internet.
Dalam keterangan resminya, Kemenkominfo mengatakan pihaknya telah meminta Internet Service Provider (ISP) untuk melakukan pemutusan akses (pemblokiran) terhadap sebelas Domain Name System (DNS) milik Telegram.
“Pemblokiran ini harus dilakukan karena banyak sekali kanal yang ada di layanan tersebut bermuatan propaganda radikalisme, terorisme, paham kebencian, ajakan atau cara merakit bom, cara melakukan penyerangan, disturbing images, dan lain-lain yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia,” jelas Kemenkominfo.
Mereka juga mengklaim bahwa aplikasi Telegram “dapat membahayakan keamanan negara karena tidak menyediakan SOP dalam penanganan kasus terorisme.”
“Saat ini kami juga sedang menyiapkan proses penutupan aplikasi Telegram secara menyeluruh di Indonesia apabila Telegram tidak menyiapkan Standard Operating Procedure (SOP) penanganan konten-konten yang melanggar hukum dalam aplikasi mereka,” papar Dirjen Aplikasi Informatika Semuel A. Pangerapan.
Sebelas DNS yang diblokir adalah t.me, telegram.me, telegram.org, core.telegram.org, desktop.telegram.org, macos.telegram.org, web.telegram.org, venus.web.telegram.org, pluto.web.telegram.org, flora.web.telegram.org, dan flora-1.web.telegram.org.
Dampak terhadap pemblokiran ini adalah tidak bisa diaksesnya layanan Telegram versi web (tidak bisa diakses melalui komputer), kata Kemenkominfo.
Tak lama setelah pemerintah Indonesia memblokir Telegram, pendiri dan CEO Telegram Pavel Durov melalui Twitter mengatakan bahwa pemblokiran ini “aneh”.
“Kami tidak pernah menerima permintaan/protes dari pemerintah Indonesia. Kami akan melakukan penyelidikan dan akan memberikan keterangan,” kata Durov.
‘Bakar lumbung padi’
Protes salah satunya disampaikan melalui situs Change.org dengan petisi “Batalkan pemblokiran aplikasi chat Telegram” yang diinisiasi Dodi IR.
Dalam keterangannya dia menulis, “memblokir Telegram dengan alasan platform itu dijadikan platform komunikasi pendukung terorisme mungkin mirip dengan membakar lumbung padi yang ada tikusnya.”
Petisi ini sudah ditandatangani lebih dari 2.000 orang dalam waktu dua jam saja.
Sejumlah laporan menyebut jaringan terorisme di Indonesia memanfaatkan internet khususnya fitur kerahasiaan Telegram untuk berkomunikasi.
Di Twitter, sejumlah pengguna juga mempertanyakan. “Telegram diblokir, salahnya apa? Aku suka Telegram. Banyak channel-channel asik di sana,” ujar @byeerda.
“Saya bukan teroris saya pakai Telegram karena sangat bermanfaat #savetelegram,” kata @malthuf86.
BBC Indonesia mencoba menghubungi Kominfo untuk keterangan lebih lanjut namun, Kepala Informasi dan Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika, Noor Iza, enggan menjelaskan lebih lanjut dan mengatakan bahwa “keterangan resmi akan segera disampaikan.”
Sumber : bbc.com