Sebuah kapal tanker komersial untuk pertama kalinya berlayar melintasi Samudera Arktika dari Eropa ke Asia tanpa dilengkapi pemecah es.
Hal ini karena meningkatnya suhu di Kutub Utara sehingga memungkinkan kapal sepanjang 300 meter itu melintasi jalur tersebut.
Menurut pemiliknya, kapal bernama Christophe de Margerie itu berhasil memecahkan rekor baru dengan menyelesaikan misi pengantaran gas alam cair dari Norwegia ke Korea Selatan dalam waktu enam setengah hari.
Saat ini Christophe de Margerie adalah satu-satunya kapal pengangkut LNG pertama di dunia yang dilengkapi dengan peralatan penghancur es.
Kapal, yang lambungnya terbuat dari baja ringan tersebut, merupakan kapal komersial terbesar yang menerima sertifikasi Arc7. Itu artinya kapal tersebut mampu berlayar melewati lapisan es hingga setebal 2,1 meter.
Dalam perjalanan dari Norwegia ke Korsel, kapal tersebut mampu mempertahankan kecepatan rata-rata 14 knot meski berlayar melewati lapisan es setebal satu meter.
Situasi itu terjadi lantaran adanya penurunan lapisan es di Samudera Arktik selama 30 tahun terakhir. Para ilmuwan mengaitkannya dengan peningkatan suhu global. Tahun ini, menurut Pusat Data Salju dan Es Nasional AS (NSIDC), tingkat penurunan es laut Arktik mencapai rekor terendah tiga tahun berturut-turut.
Penurunan es di Kutub Utara ini adalah sesuatu yang diyakini akan berlanjut sampai masa yang akan datang.
“Jika ada perubahan material dalam ketebalan es, maka itu akan mempengaruhi periode pergerakan kapal melalui jalur laut utara,” kata Bill Spears dari perusahaan Sovcomflot yang menaungi Christophe de Margerie.
“Ada anggapan bahwa es tidak akan menebal secara dramatis selama umur operasional kapal-kapal ini, yang bisa lebih dari 30 tahun.”
Pada pelayaran perdana awal tahun ini, Christophe de Margerie membuang sauh di Pelabuhan Sabetta, Rusia.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengucapkan selamat kepada para kru serta para pejabat perusahaan energi yang berkumpul di galangan kapal tersebut. Dia mengatakan: “Ini adalah sebuah peristiwa besar dalam pembukaan Arktik.”
Pemilik perusahaan kapal tanker Rusia, Sovcomflot, akan menggunakan kapal tanker yang dilengkapi pemecah es untuk mengekspor gas dari semenanjung Yamal ke pasar Asia akhir tahun ini.
Ini akan menjadi pelayaran pertama dari 15 armada yang direncanakan mengangkut gas dari ladang es ini sepanjang tahun.
“Sebelumnya hanya ada satu kesempatan berlayar dari musim panas sampai musim gugur, namun kapal ini akan bisa berlayar ke bagian barat dari Sabetta yang merupakan pelabuhan energi Yamal, sepanjang tahun dan ke arah timur dari bulan Juli sampai Desember,” kata juru bicara Sovcomflot, Bill Spears.
“Sebelum jalur laut utara dibuka empat bulan yang lalu, Anda harus memiliki kapal yang dilengkapi peralatan pemecah es – jadi ini adalah perkembangan yang signifikan.”
Pada tahun 2016, jalur laut utara menjadi tempat perlintasan 19 kapal dari Atlantik ke Pasifik.
Biaya asuransi tinggi serta peralatan pemecah es yang mahal membuat para pengusaha kapal Rusia tidak berani membiarkan armadanya melintasi jalur laut utara yang berisiko.
Tapi keuntungan ekonomisnya menarik – Christophe de Margerie hanya membutuhkan waktu 19 hari untuk berlayar, menghemat waktu sekitar 30% lebih cepat dibanding harus melintasi Terusan Suez.
Para penggiat lingkungan khawatir bahwa meningkatnya lalu lintas di wilayah yang tidak ramah ini berpotensi menimbulkan dampak yang signifikan.
“Kami khawatir bahwa ini adalah sebuah peluang komersial yang terbuka karena pemanasan global, dan kami sangat prihatin bahwa setelah memanfaatkan es yang menipis, operasional kapal kian berkembang di sana, ” kata John Maggs dari organisasi Seas at Risk.
“Ini bukan seperti berlayar di perairan terbuka. Kalaupun Anda memiliki kapal khusus untuk melintas di jalur lapisan es, resikonya meningkat secara dramatis.”
Sama halnya dengan risiko kecelakaan atau tumpahan oli, ada kekhawatiran bahwa beberapa kapal yang akan berlayar di sepanjang jalur ini akan menyalakan mesin mereka dengan bahan bakar yang lebih banyak dan kotor. Karbon hitam yang mereka hasilkan bisa sangat merusak salju dan es di wilayah ini, dan meningkatkan pencairan lapisan es.
“Resiko lingkungan sangat besar,” kata John Maggs.
“Anda mengambil instalasi berskala industri lalu memindahkannya di lingkungan Arktik yang murni. Semua itu akan berdampak dan apa yang akan kita dapatkan sebagai imbalannya, waktu perjalanan yang sedikit lebih singkat? Keuntungan 30% tidak banyak memberi keuntungan kepada saya. ”
Sumber : bbc.com