Badan-badan bantuan harus meningkatkan operasi secara besar-besaran untuk menangani sekitar 400.000 pengungsi Rohingya yang masuk ke Bangladesh.
Seruan itu disampaikan oleh seorang pejabat senior Badan Pengungsi PBB (UNHCR), George William Okoth-Obbo ketika berkunjung ke lokasi-lokasi pengungsian di Cox’s Bazar, Bangladesh pada Rabu (13/09).
“Kita harus memacu tanggap darurat secara besar-besaran mulai dari makanan hingga penampungan,” tegas Okoth-Obbo.
Ditambahkannya dengan adanya peningkatan jumlah pengungsi setiap hari maka krisis ini merupakan kondisi ‘darurat dalam darurat’.
Selama kurang dari tiga minggu terakhir, orang Rohingya yang melarikan diri dari Negara Bagian Rakhine, Myanmar telah mencapai sekitar 400.000 orang.
Mereka menyelematkan diri setelah otoritas Myanmar melancarkan operasi militer sebagai tanggapan atas penyerangan pos-pos polisi di Rakhine utara oleh gerilyawan Tentara Pembebasan Rohingya Arakan (ARSA). Negara Bagian Rakhine, tempat sebagian besar orang Rohingya tinggal di Myanmar, dikenal dengan nama Arakan oleh komunitas Rohingya.
ARSA mengaku bertindak atas nama Rohingya dan menegaskan bahwa kelompok itu berjuang untuk orang Rohingya agar diakui sebagai etnik di Myanmar.
Menurut George William Okoth-Obbo, dana yang diperlukan untuk menangani pengungsi Rohingya melonjak tajam.
PBB menyerukan bantuan sebesar US$77 juta atau sekitar Rp1 triliun untuk mengatasi krisis terbaru ini namun jumlah itu dihitung berdasarkan situasi dua pekan lalu, sementara sekarang jumlah pengungsi sudah berlipat empat kali.
Menurut badan dunia itu, pengungsi masih mengalir ke Bangladesh untuk mencari perlindungan.
Hari ini pemerintah Indonesia secara resmi mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Bangladesh, meskipun bukan bantuan pertama dari Indonesia dalam krisis terbaru ini sebab lembaga-lembaga kemanusiaan seperti Aksi Cepat Tanggap (ACT) sudah terlebih dulu terjun di sana.
Sumber : bbc.com