Hampir semua warga di Indonesia yang menjadi responden jajak pendapat oleh BBC World Service mengaku khawatir dengan makin kaburnya perbedaan antara hoaks (berita bohong atau berita palsu) dan berita asli yang beredar di internet.
Proporsi responden yang mengaku khawatir tersebut mencapai 90%, salah satu yang tertinggi dari 18 negara yang disurvei oleh BBC World Service. Hanya Brasil yang mencatat angka lebih tinggi, yaitu 92%.
Yang juga banyak mengaku khawatir dengan sulitnya menentukan apakah berita di internet asli atau palsu adalah Nigeria dengan angka 88% dan Kenya, 85%.
Wartawan teknologi BBC, Rory Cellan-Jones, mengatakan perkembangan ini terjadi ketika istilah hoaks dan fake news (berita palsu) makin populer dalam setahun ini di banyak negara di dunia, termasuk Amerika Serikat dan Indonesia.
Hoaks antara lain dipakai untuk menyerang lawan politik atau meraup suara ketika digelar pemilihan umum.
Saat digelar rangkaian pemilihan presiden di Amerika Serikat tahun lalu, sekumpulan anak-anak muda di Macedonia secara khusus memproduksi ratusan mungkin ribuan hoa semata-mata untuk meraup dolar.
Hoaks, yang biasanya bombastis dan sensasional, banyak dibagikan di platform media sosial seperti Facebook, yang ujungnya membuat pihak yang membuat berita bohong mendapatkan banyak pemasukan dari iklan.
Beberapa analis di Amerika Serikat meyakini fake news yang memojokkan Hillary Clinton ikut mendorong kemenangan Donald Trump di pilpres Amerika Serikat.
Apa solusinya?
Dalam survei BBC World Service, jika dirata-rata, 79% responden di 18 negara mengaku khawatir dengan tipisnya perbedaan antara berita asli dan berita palsu di internet.
Dengan kata lain, empat dari lima orang mengaku khawatir dengan hoaks.
Proporsi terendah dicatat oleh Jerman, dengan 51% responden mengaku khawatir.
Tidak lama lagi Jerman akan menggelar pemilu dan otoritas di negara ini sudah mengambil berbagai langkah untuk mengatasi peredaran hoaks.
Meski khawatir dengan hoaks, sebagian besar responden tidak setuju jika masalah ini diatasi dengan regulasi pemerintah di internet.
Hanya responden di dua negara, yaitu Cina dan Inggris, yang mayoritas responden mendukung wacana campur tangan pemerintah untuk meregulasi internet dalam upaya meredam hoaks.
Jajak pendapat ini dilakukan oleh GlobeScan antara Januari hingga April 2017 dengan melibatkan 16.000 responden.
Sumber : bbc.com