Musim Panas Beberapa Tahun ke Depan Akan Terlalu Panas untuk Manusia

0
669

Jutaan orang di berbagai negara berpotensi terpapar tekanan panas (heat stress) berkadar tinggi. Kondisi berbahaya itu dapat membuat organ tubuh manusia berhenti beroperasi.

Mayoritas orang yang diprediksi terdampak tekanan panas itu tinggal di negara berkembang. Mereka disebut bekerja dalam kondisi yang membahayakan keselamatan nyawa.

Ancaman tekanan panas itu bakal dihadapi mereka yang bekerja di luar ruang, seperti sektor perkebunan, maupun yang beraktivitas di dalam ruang seperti pabrik dan rumah sakit.

Pemanasan global meningkatkan peluang musim panas yang bakal terlalu panas untuk manusia. Pada situasi itu, manusia diprediksi bakal sulit bekerja.

Ketika kami bertemu Jimmy Lee, kacamatanya berembun. Keringat juga meluncur dari lehernya.

Lee adalah dokter di bangsal kegawatdaruratan. Dia merawat pasien Covid-19 dalam iklim tropis Singapura yang panas.

Rumah sakit tidak memasang pendingin udara di ruangan Lee. Itu adalah keputusan yang secara sadar diambil, untuk mencegah penyebaran virus corona.

Dalam kondisi ruang kerja itu, Lee dan teman sejawatnya sadar bahwa mereka menjadi lebih sensitif dan mudah mengeluarkan kata-kata kasar kepada orang lain.

Alat pelindung diri (APD) yang dipakainya untuk berlindung dari virus justru membuat kondisi semakin buruk. Lapisan-lapisan plastik di pakaian itu menciptakan suhu yang sangat panas.

“Anda akan sangat terkejut ketika pertama kali bertugas di sana. Sangat tidak nyaman bekerja selama delapan jam dalam situasi itu. Semangat kerja begitu terdampak,” ujarnya.

Lee berkata ada bahaya yang mengintainya dalam situasi kerja seperti itu. Suhu panas yang tinggi dapat memperlambatnya mengambil tindakan yang vital untuk pasien.

Sebagian besar pekerja medis, kata dia, bakal mengabaikan dampak tekanan panas seperti pingsan maupun mual. Dia berkata akan tetap bekerja sampai kolaps.

Apa itu tekanan panas?

Itu adalah kondisi saat tubuh manusia tidak dapat menurunkan suhu badan. Akibatnya, temperatur tubuh terus meningkat hingga titik bahaya yang dapat membuat organ tubuh berhenti beroperasi.

Situasi itu muncul ketika penguapan keringat di atas kulit tidak terjadi akibat udara yang sangat lembab. Penguapan keringat merupakan proses utama untuk mengatasi suhu panas yang berlebihan.

Dokter Lee dan ahli medis lainnya menemukan fakta bahwa, lapisan APD yang tidak dapat ditembus menghambat proses penguapan keringat.

Menurut Rebecca Lucas, peneliti isu fisiologi di Universitas Birmingham, dalam kondisi itu seseorang bisa pingsan, kehilangan orientasi, kram, sampai persoalan ginjal.

“Akan ada dampak yang serius saat Anda mengalami suhu panas berlebihan, dan itu akan terjadi di berbagai bagian tubuh,” kata Lucas.

Bagaimana mengetahui tekanan panas yang berbahaya itu?

Sistem bernama Wet Bulb Globe Temperature (WBGT) mengukur panas, kelembapan serta faktor lainnya yang memberi deksripsi realistis tentang tekanan panas.

Pada dekade 1950-an, militer Amerika Serikat memanfaatkan sistem itu untuk keselamatan prajurit.

Ketika WBGT mencapai suhu 29 derajat Celsius, misalnya, rekomendasi yang muncul adalah menghentikan pelatihan fisik untuk setiap orang yang tidak menyesuaikan aklimatisasi.

Namun suhu itu dihadapi setiap hari oleh dokter Lee dan para koleganya di Rumah Sakit Umum Ng Teng Fong di Singapura.

Dan pada puncak skala ukuran itu, yaitu 32 derajat Celsius, menurut perhitungan pemerintah AS, latihan fisik berat harus dihentikan untuk mencegah dampak parah.

Namun berdasarkan catatan Profesor Vidhya Venugopal dari University Sri Ramachandra, suhu tinggi itu belakangan terjadi di dalam rumah sakit di kota Chennai, India.

Venugopal juga menemukan bahwa para pekerja di sentra pembuatan garam menghadapi suhu hingga 33 derajat Celsius pada siang hari — temperatur yang semestinya mengharuskan mereka berteduh.

Di pabrik baja, suhu ekstrem yang pernah tercatat mencapai 41,7 derajat Celsius. Para pekerja di kawasan itu termasuk yang paling rentan menghadapi panas tinggi.

“Jika situasi itu terjadi setiap hari, orang-orang akan mengalami dehidrasi, persoalan kardiovaskular, batu ginjal, hingga kelelahan akibat suhu panas,” ujar Venugopal.

Apa efek perubahan iklim pada situasi itu?

Saat temperatur dunia naik, kelembapan tinggi juga mungkin terjadi. Artinya, lebih banyak orang akan menghadapi hari-hari berbahaya akibat panas dan kelembapan.

Profesor Richard Betts dari badan meteorologi Inggris menjalankan program komputer yang memperkirakan bahwa akan semakin banyak hari-hari dengan suhu di atas 32 derajat Celcius. Fenomena itu akan sangat bergantung apakah komitmen meniminalkan emisi gas rumah kaca.

Betts menjabarkan risiko jutaan orang yang harus bekerja dalam situasi menantang, antara panas ekstrem dan kelembaban tinggi.

“Manusia berevolusi untuk hidup dalam kisaran suhu tertentu. Jadi jelas, jika kita terus menjadi penyebab kenaikan suhu di dunia, cepat atau lambat, sebagian wilayah di dunia akan mencapai titik terpanas. Dan dari situ kita dapat melihat apakah temperatur itu terlalu panas bagi kita,” ujarnya.

Adapun penelitian lainnya, yang diterbitkan awal tahun 2020, menyebut bahwa tekanan panas dapat memengaruhi setidaknya 1,2 miliar orang di seluruh dunia pada tahun 2100. Jumlah orang terdampak itu empat kali lebih banyak dari sekarang.

Apa solusi yang tersedia?

Menurut Jimmy Lee, solusinya bukanlah hal yang sulit.

Setiap orang perlu minum banyak cairan sebelum mulai bekerja. Mereka perlu istirahat secara teratur dan minum lagi saat jam rehat tersebut.

Rumah sakit tempat Lee bekerja di Singapura mulai menyediakan minuman semi-beku untuk membantu karyawan mendinginkan diri.

Namun Lee berkata, menghindari tekanan panas lebih mudah diucapkan daripada dilakukan.

Bagi Lee dan rekan-rekannya, beristirahat harus melalui proses yang melelahkan, yaitu melepaskan APD, lalu kembali ke mengenakan APD baru.

Dan sebenarnya terdapat masalah praktis. “Beberapa orang tidak mau minum supaya tidak perlu pergi ke toilet,” kata Lee.

Ada dorongan profesional untuk terus bekerja, apa pun kesulitannya, agar tidak mengecewakan sejawat dan pasien yang mengalami kondisi kritis.

Orang-orang bermotivasi tinggi itu berisiko terbesar terdampak suhu panas, kata Jason Lee, seorang profesor ilmu fisiologi di National University of Singapore.

Jason Lee merupakan anggota terkemuka di kelompok ahli yang meneliti bahaya panas berlebihan, Global Heat Health Information Network. Lee menyusun pedoman untuk membantu pekerja medis mengatasi Covid-19.

Pedoman itu dipelopori oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) dan badan cuaca dan iklim AS (NOAA).

Lee berkata, selain langkah seperti istirahat, minum banyak cairan, serta berteduh untuk mereka yang berada di luar ruangan, cara melawan tekanan panas harus sesuai dengan kondisi masing-masing orang.

“Dengan menjaga diri tetap bugar, Anda juga meningkatkan toleransi terhadap suhu panas tubuh. Dan ada banyak manfaat lainnya juga,” ujarnya.

Lee menganggap tantangan para petugas medis, yaitu berkeringat di dalam APD, seperti gladi resik menghadapi kenaikan suhu bumi pada masa depan.

“Perubahan iklim ini akan menjadi monster yang lebih besar dan kita sungguh membutuhkan upaya terkoordinasi di seluruh negara untuk mempersiapkan diri.”

“Jika tidak,” kata Lee, “akan ada harga yang harus dibayar.”