Ahli Respons Menristek Ngebut Buat 2 Juta Rapid Test Lokal

0
556

Pemerintah mengklaim akan memproduksi dua juta rapid test Covid-19 berbasis antibodi buatan lokal dalam sebulan. Pemerintah mengatakan rapid test itu hanya akan digunakan untuk proses penelusuran untuk mengendalikan pandemi virus corona.

Epidemiolog dari Universitas Griffith, Dicky Budiman menilai rapid test antibodi tidak akan efektif untuk mendukung strategi penanggulangan pandemi, yakni pengetesan, penelusuran, dan perawatan atau yang kemudian dikenal dengan 3T (Testing, Treatment, Tracing).

Dia menyatakan pemerintah seharusnya memproduksi rapid test berbasis antigen yang terbukti lebih akurat.

“Baik rapid test antibodi dan antigen keduanya perlu dan penting. Hanya untuk prioritas saat ini lebih diperlukan rapid test antigen karena untuk diagnostik atau mendeteksi seseorang sedang terinfeksi Covid-19,” ujar Dicky kepada CNNIndonesia.com, Selasa (13/10).

Dicky menuturkan rapid test antigen lebih efektif untuk mendeteksi Covid-19 meski dari sisi harga dan pengoperasiannya sama seperti rapid test antibodi. Sebab, akurasi rapid test antibodi lebih tinggi dari rapid test antibodi.

Lebih lanjut, Dicky mengaku pernah mendengar rapid test antibodi telah dikembangkan di Indonesia. Meski di luar negeri rapid antigen dijual pada kisaran harga US$5 atau Rp73 ribu per test, dia berharap produk lokal diutamakan.

“Pada prinsipnya kalau bisa pada buatan lokal akan lebih bagus. Karena itu akan sangat membantu penguatan respon Indonesia dalam menghadapi ancaman pandemi atau wabah berikutnya,” ujarnya.

Di sisi lain, Dicky tetap mengapresiasi pemerintah yang memproduksi rapid test antibodi buatan lokal dalam menghadapi pandemi Covid-19. Dia melihat produksi dalam jumlah besar itu juga menunjukkan bahwa vaksin bukan solusi tunggal mengatasi pandemi.

“Sehingga aspek penguatan 3T, termasuk isolasi dan karantina menjadi sangat penting. Karena itu yang akan membawa dan terbukti dalam sejarah mengeluarkan dunia ini dari krisis pandemi,” ujar Dicky.

Dicky menambahkan cakupan tes di Indonesia merupakan salah satu yang terendah di dunia. Berdasarkan data, Indonesia kalah dari Filipina.

“Kita seperti berjalan dalam mata tertutup tanpa peta yang memadai. Hanya 8 test per 1.000 penduduk, lebih rendah dari Filipina yang 34 test per 1.000 penduduk,” ujarnya.

Lebih dari itu, dia mendorong pemerintah untuk mendukung riset yang dilakukan di dalam negeri. Sebab, dia menilai riset itu penting untuk menghadapi tantangan ke depan.

Sumber : CNN [dot] COM