Gunung Raung, Merapi, dan sejumlah gunung aktif lainnya secara bersamaan memperlihatkan aktivitas erupsi. Fenomena ini bukan ancaman, meski demikian harus tetap waspada.

Ahli vulkanologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Mirzam Abdurrahman menyebutkan, erupsi gunung aktif secara bersamaan bukan sebuah anomali. Gunung aktif menurutnya secara berkala memang punya siklus erupsi yang ada rentang waktunya.

“Pada prinsipnya, gunung api meletus karena ada ketidakstabilan di dalam kantong magma. Jika kantong magma sudah penuh akan dimuntahkan melalui erupsi. Jadi peristiwa gunung erupsi secara bersamaan merupakan aktivitas masing-masing gunung. Kalau berbarengan itu secara kebetulan saja waktu intervalnya sama,” jelasnya saat dihubungi, Sabtu (23/1/2021).

Beberapa hari belakangan, gunung Raung dan Merapi memang terpantau adanya aktivitas di atas normal yang hampir serupa. Aktivitas Gunung Raung bahkan saat ini ditingkatkan dari Normal (level I) menjadi waspada (level II).

Hal ini membuat masyarakat khawatir, apalagi jika ada yang menghubungkannya dengan gempa dan fenomena alam lainnya. Menurut Mirzam, wajar jika masyarakat menghubung-hubungkannya karena memang fenomena geologi berkaitan.

“Entah itu kegempaan, gunung meletus, itu berbarengan karena umumnya memang demikian. Misalnya begini, kenapa gempa tektonik menimbulkan gunung api yang tengah kritis meletus? Mereka berhubungan,” ujarnya.

Disebutkannya, ketika lempengnya bergerak (tektonisme), maka aktivitas gunung (vulkanisme) –terutama jika kantong magmanya sudah penuh– akan lebih terpicu untuk meletus.

Energi Tektonisme berasal dari dalam lapisan Bumi yang menyebabkan pergeseran batuan atau permukaan Bumi secara vertikal maupun horizontal. Sedangkan vulkanisme merupakan gejala yang berasal dari aktivitas dapur magma di dalam gunung berapi.

“Ibaratnya gunung api yang kritis adalah bisul yang menunggu pecah (vulkanisme). Ketika terpicu oleh kondisi misalnya menggunakan sabuk terlalu kencang atau melakukan gerakan tertentu (tektonisme), maka bisulnya pecah,” kata Mirzam.

Meski demikian menurutnya, masyarakat tak perlu khawatir dengan fenomena gunung yang erupsi secara bersamaan, apalagi mengaitkannya dengan fenomena alam lain. Jika ada tanda-tanda yang mengkhawatirkan, para ahli dan pihak berwenang pasti akan menginformasikan untuk mitigasi bencana.

“Bahaya pasti ada, gunung api dan gempa itu berkaitan satu sama lain. Tapi ada monitoring yang baik. Meski dalam level yang aman tapi kalau ada hal yang tidak diprediksi, yang tadinya tenang bisa meletus misalnya diguncang gempa, pasti akan ada langkah mitigasi. Jadi patuhi imbauan pihak berwenang,” sarannya.

Dia juga berharap masyarakat akan semakin tanggap bencana, tak lagi sekadar menjadi objek tetapi perlahan menuju menjadi subjek yang lebih siap dan familiar dengan tanda-tanda bencana.

“Bencananya akan selalu ada, tapi kalau mitigasinya lebih baik dan lebih siap, kita akan lebih kuat. Jadi mari bersama-sama berubah dari objek menjadi subjek, tak hanya menunggu informasi tapi berperan aktif dan mau belajar self mitigation,” tutupnya.