Pemerintah Klaim PPKM Berhasil Tekan Kasus COVID-19 di 3 Provinsi

0
553

Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) menyebut kebijakan PPKM berhasil menekan laju penyebaran COVID-19 di tiga provinsi. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo sempat menyebut PPKM tidak efektif meredam kasus COVID-19.

Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) sekaligus Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengklaim bahwa penerapan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di Jawa-Bali mampu menekan laju penyebaran COVID-19 di DKI Jakarta, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

“Kemarin dari data PPKM terlihat beberapa provinsi mengalami perbaikan yaitu Jakarta, Jawa Tengah, Yogyakarta,” ujarnya usai Ratas di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (3/2).

Dari 98 kabupaten/kota yang melakukan PPKM, kata Airlangga, sebanyak 63 kabupaten/kota masih berada dalam zona merah atau risiko tinggi. Meski begitu, menurutnya hal tersebut sudah menunjukkan perbaikan karena sebelumnya 92 kabupaten/kota masih berada di zona merah.

Ditambahkannya, mobiltas penduduk pada saat PPKM d menurun di sejumlah sektor. Namun di lingkungan tempat kerja dan area pemukiman mobilitasnya masih cukup padat.

Maka dari itu, pemerintah akan memperkuat PPKM sampai ke tingkat lokal mulai dari tingkat Desa, kampung, RT/RW dengan melibatkan satgas pusat hingga satgas tingkat terkecil. Hal itu, kata Airlangga, sesuai dengan arahan Presiden Jokowi.

“Oleh karena itu, pelibatan aktif dari Babinsa (Bintara Pembina Desa), bhabinkamtibmas (Bhayangkara Pembina kamtibmas), Satpol PP, operasi yustisi, TNI Polri ini dilakukan bukan hanya untuk penegakan hukum tetapi juga untuk melakukan tracing, dan pemerintah tentu akan memperhatikan kebutuhan masyarakat melalui operasi yang bersifat mikro,” jelasnya.

Pemerinta juga akan mendorong vaksinasi bisa ditingkatkan baik dari segi volume maupun dari segi waktu sehingga kekebalan kelompok atau herd immunity bisa segera terbentuk. Vaksinasi akan didorong di wilayah-wilayah yang memiliki mobilitas tinggi dan di daerah-daerah yang menjadi pusat perekonomian.

Pelaksanaan 3T

Sementara itu, ahli epidemiologi dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, mengatakan bahwa PPKM tidak berdampak karena penyebaran penyakit sudah meluas.

“PPKM, dengan masalah sebesar ini, tidak berdampak besar. Menengah pun tidak, karena terlalu besar masalah yang saat ini di mana sebagian besar orang sudah membawa virus di beberapa kota yang aktif dan tidak terdeteksi sehingga memerlukan upaya tambahan yang lebih besar dalam bentuk PSBB (pembatasan sosial berskala besar) itu,” ujar Dicky.

Jika PPKM ingin tetap dipertahankan, ujarnya, harus dibarengi dengan peningkatan “3T” (testing, tracing, treatment) yang cukup signifikan. Menurutnya, cara itulah yang paling efektif untuk menekan laju penyebaran virus corona di masyarakat.

“Meskipun sampai ke tingkat RT/RW itu PPKM-nya dilakukan, tapi 3T nya tidak memadai sama saja, tidak akan ada perubahan signifikan,” ujar Dicky.

Menurutnya, ada berbagai faktor mengapa sampai saat ini pelaksanaan 3T di Tanah Air tidak maksimal.

Di antaranya, kapasitas labolatorium untuk melakukan tes tidak sebanding dengan jumlah penduduk dan permasalahan yang ada pada saat pandemi kali ini. Selain itu kurangnya utilitas, sumber daya manusia (SDM) dan harga reagen yang mahal menambah daftar panjang hambatan dalam melakukan 3T tersebut.

“Seperti yang saya sarankan sejak awal, bahwa untuk perang panjang ini kita perlu dukungan dalam hal, misalnya kapasitas testing, tracing itu yang memang berbasis sumber daya lokal sehingga tidak bergantung impor dan juga tentu harganya jauh lebih murah,” ujar Dicky.

Dicky mengambil contoh India yang berhasil menekan harga tes cepat atau rapid test di bawah Rp 50 ribu karena menggunakan alat yang diproduksi di dalam negeri.

Menurutnya penguatan komunitas dalam penanganan pandemi memang bisa berdampak cukup baik dalam menekan laju perebakan virus corona. Ia mencontohkan, keberadaan klinik demam untuk melengkapi puskesmas bisa diptomalkan

Pengawasan dan sanksi sosial, imbuh Dicky, jauh lebih efektif daripada pidana atau represi.

“Jadi diciptakan program ketahanan yang berasal dari, untuk dan oleh masyarakat. Jadi bukan top down, tapi bottom-up dan ini di-support oleh pemerintah dengan fasilitasi alat, tempat dan lain-lain,” pungkasnya.