Ahli Pakai Karang Purba Ungkap Gempa Gerak Lambat Sumatera

0
525

Sebuah penelitian Universitas Teknologi Nanyang menyatakan gempa bumi ‘gerak lambat’ yang berlangsung selama 32 tahun ternyata menyebabkan bencana gempa bumi di Sumatera tahun 1861. Gempa bumi ‘gerak lambat’ itu diklaim sebagai paling lambat yang pernah tercatat.

Gempa bumi ‘gerak lambat’ atau ‘peristiwa selip lambat’ mengacu pada jenis fenomena pelepasan tegangan berlarut-larut, yakni lempeng tektonik bumi bergeser satu sama lain tanpa menyebabkan guncangan atau kehancuran besar pada tanah. Fenomena itu biasanya melibatkan gerakan antara beberapa cm per tahun hingga cm per hari.

Melansir Science Daily, tim peneliti NTU mengatakan studi mereka menyoroti faktor-faktor potensial yang hilang atau mismodelling dalam penilaian risiko gempa bumi global saat ini.

 

Mereka membuat penemuan mengejutkan saat mempelajari permukaan laut bersejarah menggunakan karang purba yang disebut ‘microatolls’ di Pulau Simeulue, yang terletak di lepas pantai Sumatera.

Tumbuh ke samping dan ke atas, mikroatol karang berbentuk cakram dinilai sebagai pencatat alami perubahan permukaan laut dan ketinggian tanah, melalui pola pertumbuhannya yang terlihat.

Menggunakan data dari mikroatol dan menggabungkannya dengan simulasi gerakan lempeng tektonik bumi, tim peneliti NTU menemukan bahwa dari tahun 1829 hingga gempa bumi Sumatera pada tahun 1861, Pulau Simeulue tenggara tenggelam ke laut lebih cepat dari perkiraan.

Tim peneliti mengatakan peristiwa slip lambat itu merupakan proses bertahap yang menghilangkan tekanan di bagian dangkal tempat dua lempeng tektonik bertemu.

Namun, tekanan itu dipindahkan ke segmen sebelahnya yang lebih dalam, yang berpuncak pada gempa bumi dan tsunami berkekuatan 8,5 skala Richter pada tahun 1861 yang menyebabkan kerusakan besar dan korban jiwa.

Melansir laman resmi NTU, penemuan itu diklaim menandai peristiwa slip lambat terpanjang yang pernah tercatat dan akan mengubah perspektif global tentang rentang waktu dan mekanisme fenomena tersebut.

Para ilmuwan sebelumnya percaya bahwa peristiwa longsoran lambat hanya terjadi selama berjam-jam atau berbulan-bulan, tetapi penelitian terbaru menunjukkan bahwa mereka sebenarnya dapat berlangsung selama beberapa dekade tanpa memicu guncangan dan tsunami yang menghancurkan seperti yang terlihat dalam catatan sejarah.

“Berkat rentang waktu yang lama pada karang purba, kami dapat menyelidiki dan menemukan jawaban rahasia masa lalu. Metode yang kami adopsi dalam makalah ini juga akan berguna untuk studi di masa depan tentang zona subduksi – tempat yang rawan gempa bumi, tsunami, dan vulkanik letusan,”  ujar Rishav Mallick, penulis utama studi dan seorang mahasiswa PhD di NTU Asian School of Environment.

“Oleh karena itu, penelitian kami dapat berkontribusi untuk penilaian risiko yang lebih baik di masa depan,” tambahnya.

Tim peneliti menyarankan bahwa penilaian risiko gempa saat ini mungkin mengabaikan peristiwa slip lambat yang sedang berlangsung dalam pengamatan dan tidak mempertimbangkan dengan tepat potensi peristiwa slip lambat yang memicu gempa bumi dan tsunami di masa depan.

Dalam penelitian itu, tim juga menduga peristiwa longsoran lambat sedang berlangsung di Pulau Enggano, Indonesia, yang terletak sekitar 100 km (60 mil) barat daya Sumatera.

“Jika temuan kami benar, ini berarti masyarakat yang tinggal di sekitar pulau Indonesia ini berpotensi menghadapi risiko tsunami dan gempa bumi yang lebih tinggi daripada yang diperkirakan sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa model risiko dan strategi mitigasi perlu diperbarui,” ujar Aron Meltzner, rekan penulis dari Earth Observatory of Singapore di NTU.

Sumber : CNN [dot] COM