Generasi Muda China Sambut Dingin Kebijakan 3 Anak

0
445

Pemerintah China baru-baru ini mengumumkan akan menghapus kebijakan yang membatasi warga negaranya untuk memiliki maksimal dua anak. Kelak, warganya diperbolehkan memiliki tiga anak. Namun, perubahan kebijakan itu disambut dingin kalangan muda China.

Zhang Xinyu dari Zhengzou adalah gambaran perempuan modern China. Ibu satu anak ini baru berusia 30 tahun dan enggan menambah jumlah keturunannya. Ia menyambut dingin kebijakan tiga anak.

“Membesarkan anak sebagian besar menjadi tanggung jawab perempuan. Dan masyarakat ini belum memberikan banyak dukungan kepada perempuan. Jadi sebenarnya, jika laki-laki bisa berbuat lebih banyak untuk membesarkan anak, atau jika keluarga bisa lebih memperhatikan perempuan yang baru saja punya anak, sebenarnya banyak perempuan yang bisa punya anak kedua. Karena akan lebih baik jika seorang anak memiliki saudara kandung. Tetapi memikirkan gambaran besarnya, secara realistis, saya tidak ingin memiliki anak kedua. Dan yang ketiga bahkan lebih tidak mungkin,” paparnya.

Pendapat senada dilontarkan Gan Yuyang. Perempuan berusia 30 tahun dengan satu anak ini bersedia menambah jumlah anaknya kalau pemerintah memberikan insentif.

“Jika ada insentif maka mungkin kami bersedia punya lebih banyak anak. Sekarang keluarga-keluarga muda harus membeli rumah. Tekanan ini sudah sangat besar. Dan kemudian Anda harus mempertimbangkan biaya pendidikan anak dan lain-lain. Saya kira kebijakan ini akan sulit diterapkan,” tambahnya.

Su Ziwen, 31 tahun, suami Gan Yuyang, lebih mengkhawatirkan pendidikan anaknya jika memiliki banyak anak.

“Saya kira kualitas pendidikan menjadi pertimbangan utama. Sulit untuk memastikan kualitas pendidikan yang akan diperoleh anak kedua atau ketiga jika biayanya sangat mahal,” kata Su.

Tanggapan negatif juga banyak bermunculan di media sosial. Banyak warga mengatakan, membesarkan anak di negara itu membutuhkan biaya tinggi. Untuk membesarkan satu atau dua anak saja, pada saat ini, mereka mengaku tidak sanggup.

“Saya bersedia beranak tiga kalau saya diberi 5 juta yuan (lebih dari Rp11 miliar),” tulis seorang di Weibo, media sosial seperti Twitter di China.

Namun ada juga yang senang dengan kebijakan baru ini, seperti Su Meizhen, seorang manajer sumber daya manusia di Beijing. Pasalnya, ia sedang hamil anak ketiganya.

“Kami tidak harus membayar denda, dan kami akan bisa mendapatkan hukou,” katanya. Pada akhir tahun 2020, China sempat memberlakukan denda sebesar 130.000 yuan (lebih dari Rp290 juta) kepada orang-orang yang mempunyai anak ketiga. Hukou adalah izin tinggal di kawasan perkotaan yang memungkinkan keluarga untuk menerima sejumlah manfaat, seperti mengirim anak-anaknya ke sekolah umum setempat.

Jean-Pierre Cabestan, seorang profesor ilmu politik di Baptist University of Hong Kong, mengatakan pemerintah China perlu secara serius memperkenalkan insentif nyata bagi pasangan untuk memiliki lebih banyak anak jika ingin mengatasi masalah penurunan populasi dalam jangka panjang.

“Nah, pada 2015, jadi lima atau enam tahun lalu, pemerintah sudah melonggarkan kebijakan keluarga berencana, dan mengizinkan pasangan punya dua anak. Hasilnya cukup mengecewakan, karena di kebanyakan kota, pasangan muda, ketika mereka menikah, mereka berencana punya satu anak atau tidak punya anak sama sekali,” tutur Cabestan.

Menurut pemerintah China, perubahan kebijakan terkait anak ini ditujukan untuk membantu memperbaiki struktur populasi negara itu, serta mempertahankan keunggulannya dalam sumber daya manusia.

Kantor berita pemerintah, Xinhua, melaporkan, perubahan kebijakan itu akan dilengkapi dengan langkah-langkah yang mendukung, termasuk menurunkan biaya pendidikan untuk mereka yang berkeluarga, meningkatkan pajak dan program bantuan perumahan, menjamin kepentingan hukum pekerja perempuan, dan mengambil tindakan keras soal mas kawin berlebihan dalam pernikahan.

Dengan jumlah penduduk 1,4 miliar, China adalah negara terpadat di dunia. Tetapi pada tahun 2050 nanti, satu dari tiga orang di negara itu diproyeksikan memasuki usia pensiun.

Awal bulan Mei, sensus yang dilakukan sekali dalam 10 tahun di China menunjukkan selama dekade terakhir, pertumbuhan populasi berada di tingkat paling lambat sejak 1950-an. Pada tahun 2020, contohnya, perempuan China rata-rata hanya melahirkan 1,3 anak.