Sebuah studi baru menyatakan suhu Antartika tidak sedingin zaman es terakhir sekitar 20.000 tahun yang lalu. Studi dilakukan dalam rangka memberi pemahaman yang lebih baik tentang betapa dinginnya Antartika selama zaman es terakhir.
Tim peneliti internasional yang dipimpin oleh Christo Buizert dari Oregon State University telah menemukan bahwa Antartika di zaman es memiliki suhu 10 derajat di bawah suhu saat ini, suhu di Antartika Timur tengahnya hanya 4 hingga 5 derajat lebih dingin, sekitar setengah dari perkiraan sebelumnya.
Selama beberapa dekade, ilmu pengetahuan terkemuka menyimpulkan suhu zaman es di Antartika rata-rata sekitar 9 derajat Celcius lebih dingin daripada saat ini.
“Temuan yang mengejutkan adalah bahwa jumlah pendinginan sangat berbeda tergantung di mana Anda berada di Antartika. Pola pendinginan ini kemungkinan disebabkan oleh perubahan ketinggian lapisan es yang terjadi antara zaman es dan hari ini,” ujar uizert, spesialis perubahan iklim, melansir Eurek Alert.
Ahli paleoklimatologi Oregon State University, Ed Brook menyampaikan bahwa memahami suhu planet selama zaman es terakhir sangat penting untuk memahami transisi dari iklim dingin ke iklim hangat, serta untuk memodelkan apa yang mungkin terjadi saat planet menghangat sebagai akibat dari perubahan iklim hari ini.
“Antartika sangat penting dalam sistem iklim. Kami menggunakan model iklim untuk memprediksi masa depan, dan model iklim itu harus mendapatkan segala macam hal yang benar. Salah satu cara untuk menguji model ini adalah memastikan kami mendapatkan masa lalu dengan benar,” kata Brook.
Melansir Phsy, zaman es terakhir sangat penting untuk memahami sensitivitas Bumi terhadap perubahan gas rumah kaca seperti karbon dioksida. Sampel inti yang diambil dari es yang telah terbentuk selama ratusan ribu tahun membantu menceritakan kisah itu.
Para peneliti di masa lalu telah menggunakan isotop air yang terkandung dalam lapisan es, yang pada dasarnya bertindak seperti termometer, untuk merekonstruksi suhu dari zaman es terakhir.
Di Greenland, perubahan isotop tersebut dapat dikalibrasi dengan metode lain untuk memastikan keakuratannya. Tetapi untuk sebagian besar Antartika, para peneliti belum dapat mengkalibrasi termometer isotop air dengan metode lain.
Dalam studi baru, para peneliti menggunakan dua metode untuk merekonstruksi suhu kuno. Mereka menggunakan inti es dari tujuh lokasi di Antartika, yakni lima dari Antartika Timur dan dua dari Antartika Barat.
Metode pertama adalah termometri lubang bor untuk mengukur suhu di seluruh ketebalan lapisan es. Lapisan es Antartika begitu tebal sehingga menyimpan informasi tentang suhu zaman es yang lebih dingin sebelumnya yang dapat diukur dan direkonstruksi.
Metode kedua memeriksa sifat-sifat kantong salju saat menumpuk dan berubah menjadi es seiring waktu. Di Antartika Timur, tumpukan salju itu dapat mencapai ketebalan 50 hingga 120 meter dan telah memadat selama ribuan tahun dalam proses yang sangat sensitif terhadap perubahan suhu.
Para peneliti menemukan bahwa kedua metode menghasilkan rekonstruksi suhu yang serupa.
Mereka juga menemukan bahwa jumlah pendinginan zaman es terkait dengan bentuk lapisan es. Selama zaman es terakhir, beberapa bagian dari lapisan es Antartika menjadi lebih tipis karena jumlah salju yang turun.
Kondisi itu menurunkan elevasi permukaan dan pendinginan di daerah tersebut sekitar 4 sampai 5 derajat. Di tempat-tempat di mana lapisan es jauh lebih tebal selama zaman es, suhu mendingin lebih dari 10 derajat.