Video palsu hasil olahan kecerdasan buatan, disebut deepfake, semakin biasa dilakukan dan semakin sulit dideteksi. Namun ada juga deepfake untuk tujuan baik.
Video deepfake semakin banyak kita dapati. Misalnya, video Donald Trump yang mengaku sebagai rasis. Atau Tom Cruise tampak sedang membersihkan dapur dengan pel dan ember.
Menurut Sensity, video deepfake semakin banyak didapati, tetapi semakin rumit dan semakin sulit dideteksi. Dalam laporannya, perusahaan keamanan siber tersebut mengatakan 90% deepfake menarget perempuan. Foto dan video palsu perempuan itu telanjang beredar luas di internet.
Aktivis hak-hak perempuan Noelle Martin mendapati video porno yang seolah dilakukannya, telah ditonton ribuan kali. Pembuat deepfake tidak pernah diidentifikasi. Namun situasi itu membuat Martin memulai kampanye untuk membantu perempuan yang berada dalam situasi serupa.
“Sangat mudah bagi orang untuk bilang, ‘Tidak usahlah menyebar foto di internet’, atau ‘hati-hati dengan apa yang Anda unggah di internet,’ atau ‘Jangan posting online,’ atau ‘Jangan punya akun media sosial.’ Menurut saya, kita tidak bisa bersikap seperti itu untuk tahun 2021.”
Menurut Martin, pemerintah harus meregulasi deepfake, terutama online.
Di Amerika, hanya lima negara bagian: New York, California, Virginia, Maryland, dan Texas yang memiliki undang-undang yang menarget deepfake. Penerapan undang-undang federal yang akan melarang deepfake tampaknya sangat tidak mungkin, kata para ahli seperti Jane Kirtley, dosen hukum pada University of Minnesota.
“Sejauh ini ada lima negara bagian di Amerika yang memiliki undang-undang yang melarang deepfake. Undang-undang itu, khususnya, dalam konteks yang sangat spesifik. Dalam beberapa kasus, mereka terkait deepfake politik. Jika melakukan deepfake terhadap kandidat dalam beberapa hari menjelang pemilu, itu bisa – berdasar undang-undang itu – dianggap sebagai tindak pidana,” paparnya.
Belakangan ini juga muncul apa yang disebut deepfake “geografis.” Citra satelit palsu bisa digunakan untuk menyebar informasi bohong tentang bencana alam.
Tim ilmuwan di University of Washington sedang mencari cara untuk mengidentifikasi pemalsuan semacam itu.
“Gambar satelit bohong itu bisa digunakan untuk berbagai tujuan. Misalnya membuat simulasi bangunan atau area yang dibom. Dari perspektif teknis, apa saja di Bumi ini bisa dipalsukan!” kata dosen geografi di University of Washington, Bo Zhao
Namun, tidak semua deepfake berbahaya.
Satu perusahaan pemula, Flawless, memperkenalkan program untuk dubbing film dan acara TV. Program sulih suara itu akan menyesuaikan gerak bibir para aktor dan suara mereka dalam bahasa yang berbeda dari bahasa aslinya.
Algoritme itu menganalisis ekspresi wajah aktor atau aktris, kemudian melakukan hal yang sama dengan aktor sulih suara, dan kemudian menyinkronkan keduanya.
“Kita bisa mendobrak hambatan bahasa! Ada peluang yang sangat luar biasa bagi orang-orang untuk mulai mengakses lebih banyak konten dari seluruh dunia. Sebelumnya, menurut saya, mungkin hambatan sulih suara dan alih bahasa membuat banyak orang malas menontonnya,” ujar Nick Lynes, salah seorang pendiri Flawless.
Pengembang Flawless percaya bahwa teknologi ini bisa mengarahkan industri film ke tingkat yang betul-betul baru dan menjadi contoh cara yang baik dan efektif untuk menggunakan deepfake займ без процентов на карту.