Penambangan kripto membuat Kazakhstan kekurangan pasokan listrik, dan pemerintahnya berencana menerapkan tarif listrik khusus untuk para penambang.

Permintaan listrik di Kazahstan sudah naik 8% sejak awal 2021, yang terjadi setelah para penambang kripto dari China berbondong-bondong pindah ke negara tersebut sejak penambangan kripto dilarang di China.

Penelitian The Financial Times memperkirakan lebih dari 87 ribu alat tambang kelas berat yang pindah dari China ke Kazakhstan, yang membuat negara tersebut menjadi pusat penambangan kripto terbesar kedua di dunia, di bawah Amerika Serikat.

Selama Oktober lalu, setidaknya ada tiga pembangkit listrik batubara paling besar di Kazakhstan yang terpaksa dimatikan akibat permintaan listrik yang terlalu besar, demikian dikutip detikINET dari The Verge, Senin (29/11/2021).

Akibatnya, pemerintah Kazakhstan akan membatasi tambang kripto yang menggunakan lebih dari 100 megawatt (MW) selama dua tahun. Namun kemudian mereka membolehkan penambang yang sudah terdaftar tak mengikuti aturan tersebut.

Namun kemudian, Kazakhstan Electricity Grid Operating Company (KEGOC) juga akan membatasi pasokan listrik untuk 50 penambang kripto yang saat ini sudah terdaftar di pemerintah.

Sementara itu para penambang yang berada di sektor abu-abu (yang tidak terdaftar) dituding menjadi penyebab krisis pasokan listrik di Kazakhstan. Para penambang ini diperkirakan mengkonsumsi listrik 1.200 MW dari pembangkit listrik yang sudah terbatas pasokannya.

Mulai 2022 mendatang, para penambang terdaftar akan dikenakan biaya khusus untuk meringankan krisis pasokan listrik ini. Mereka akan mengenakan tarif 1 Tenge Kazakhstan (sekitar Rp 33) per kWh.

Namun untuk sementara waktu, Kazakhstan bergantung pada RAO, perusahaan listrik asal Rusia, untuk memberikan pasokan listrik tambahan selama musim dingin ini.

Sebelumnya memang ada wilayah tertentu yang terdampak paling berat dari krisis pasokan listrik ini, yaitu bagian selatan Kazakhstan, yang terkadang tak mendapat pasokan dari pembangkit listrik utama, dan hanya bergantung pada pembangkit listrik lokal.

Selain Kazakhstan, ada juga Iran yang sempat memblokir aktivitas penambangan kripto selama empat bulan pada Mei lalu akibat krisis pasokan listrik. Akhirnya mereka pun menerapkan sistem penambang terdaftar dan tak terdaftar untuk mengatasi masalah tersebut.