Ketua Bidang Koordinator IIX dan Data Center Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Syarif Lumintarjo mengatakan bahwa Gedung Cyber 1 tidak layak untuk dijadikan sebagai gedung data center.
Hal itu ia ungkapkan dalam sebuah konferensi pers virtual terkait kebakaran Gedung Cyber 1, di mana di dalamnya terdapat data center milik APJII itu sendiri.
Bukan karena mudah terbakar, profil gedung tersebut, seperti material bangunannya, dinilai Syarif belum memenuhi standar untuk penempatan data center.
“Apakah profil Gedung Cyber 1 mendukung untuk sebuah gedung data center? Itu sama sekali tidak,” kata Syarif kepada KompasTekno, Jumat (3/12/2021).
“Dari bentuk temboknya, misalnya, seperti kaca yang dilapisi gipsum, itu sudah jauh dengan standar gedung data center,” imbuh Syarif.
Syarif tak menampik bahwa saat ini Gedung Cyber 1 memang banyak diisi oleh tenant atau pengguna gedung yang memiliki server dan data center.
Namun, hal itu bukan karena Gedung Cyber 1 adalah gedung data center, melainkan karena memang banyak penyelenggara data center yang sudah “menghuni” gedung tersebut sejak awal.
“Berdasarkan pengalaman saya sekitar 15-20 tahun, Gedung Cyber 1 itu sebenarnya tidak sengaja dijadikan internet exchange (data center),” ungkap Syarif.
“Secara de facto, Gedung Cyber 1 menjadi tempat berkumpul (para penyelenggara data center) karena memang di situlah para pendiri internet dimulai, jadi gedung itu sudah sangat ikonik,” imbuh Syarif.
Syarif menambahkan, awalnya Gedung Cyber 1 sendiri sudah ditempati oleh para penyelenggara data center.
Kemudian, para tenant atau penghuni lainnya, yang memiliki hubungan dengan data center, lantas mengikuti dan mengisi gedung tersebut.
“Apabila penyelenggara data center buat data center di Gedung Cyber 1, maka tenant-nya itu bisa dari penyedia jaringan, bisa juga dari penyedia konten seperti hosting web,” jelas Syarif.
Rentan kebakaran
Terlepas dari gedungnya yang dianggap tidak cocok untuk bangunan data center, Gedung Cyber 1 sendiri bisa dibilang rentan mengalami kejadian kebakaran.
Pasalnya, gedung yang berlokasi di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan itu sebelumnya juga sempat dilanda kebakaran beberapa kali.
Selain kebakaran pada Kamis (2/12/2021) kemarin, gedung tersebut juga sempat mengalami kebakaran pada 2014 dan 2015 lalu.
Untuk menghindari kejadian yang sama terulang di kemudian hari, Syarif menegaskan kepada pengelola gedung agar mereka memperketat standar operasional prosedur (SOP) di Gedung Cyber 1.
“Kami menekankan pengelola gedung untuk menerapkan suatu SOP yang ketat, karena ini sebetulnya bukan dari (bentuk) gedungnya, tapi dari tenant yang ada di gedung tersebut,” jelas Syarif.
Ia tidak menjelaskan bagaimana detail SOP Gedung Cyber 1 yang sudah diterapkan saat ini.
Namun, salah satu yang bisa diterapkan pengelola, menurut Syarif, adalah adanya peraturan bahwa berbagai perangkat yang dipasang di gedung tersebut harus benar-benar terpasang dengan layak.
“Karena setiap perangkat itu memang ada umurnya, bukan dipakai terus menerus hingga rusak,” tutur Syarif.
Hal lainnya yang ditekankan Syarif kepada pengelola gedung adalah pembatas perangkat atau data center antara tenant satu dengan tenant lainnya, di mana strukturnya harus lebih diperkuat.
“Apabila satu tenant pembatasnya, sebetulnya kami bisa meminta pembatas itu lebih kuat atau layak, tidak hanya sekadar menggunakan pembatas biasa atau gipsum,” pungkas Syarif.