Perusahaan konglomerat Vietnam, Vingroup menderita kerugian sebelum pajak 23,9 triliun dong (US$1,05 miliar) atau sekitar Rp14 triliun pada segmen manufaktur 2021.

Kerugian disebabkan lesunya penjualan mobil bertenaga bensin di Vietnam dan meningkatnya investasi dalam bisnis kendaraan listrik yang sedang berkembang.

Vingroup juga diketahui sebagai induk Vinfast, perusahaan yang disebut sebagai merek mobil nasional asal Vietnam.

Penjualan mobil berbahan bakar bensin Vingroup naik 21 persen menjadi sekitar 36 ribu unit pada 2021. Namun pabrik perakitan grup yang dibangun selama 2019 di Vietnam utara beroperasi jauh di bawah kapasitas, karena dapat memproduksi 250 ribu kendaraan per tahun.

Perusahaan juga secara drastis merampingkan segmen manufaktur yang sebagian besar terdiri dari mobil. Pada Mei, Vingroup mengatakan akan berhenti membuat smartphone dan televisi. Kerugian pada bidang manufaktur telah meningkat lebih dari 70 persen dari tahun 2020.

Vingroup menyebut akan menghentikan produksi kendaraan bensin tahun ini dan memusatkan sumber daya pada bisnis EV yang diluncurkan pada akhir 2021.

Pesanan untuk kendaraan listrik, termasuk di benua Eropa berjumlah sekitar 35 ribu unit pada awal Januari. Grup ini akan terus terlibat dalam investasi di muka, termasuk membangun pabrik baterai lithium-ion dan mengembangkan jaringan penjualan di AS.

Pham Nhat Vuong, pendiri dan ketua Vingroup mengatakan kepada media lokal, kerugian lebih lanjut pada bisnis otomotif akan diantisipasi dalam waktu dekat.

Vingroup juga membukukan kerugian bersih sekitar 7,5 triliun dong untuk 2021. Media lokal mengatakan ini merupakan kerugian bersih pertama yang dilaporkan konglomerat Vietnam itu.

Asia Nikkei menyebutkan kesengsaraan pada segmen manufaktur diperparah bisnis hotel yang merosot lantaran telah menanggung beban terberat dari dampak pandemi virus corona.