Setelah sempat tertunda, pemerintah akhirnya menyatakan kesiapannya untuk memberangkatkan jemaah haji pada tahun ini dengan sejumlah syarat. Vaksinasi dan adanya pembatasan usia jemaah menjadi pembeda pada penyelenggaraan ibadah haji tahun ini.

Menteri Agama Yaqut Cholil Quomas mengatakan pemerintah sudah siap untuk melayani keberangkatan jemaah haji pada tahun ini setelah sebelumnya absen dalam dua tahun pertama sejak COVID-19 melanda.

Yaqut menjelaskan adapun skema penyelenggaraan ibadah haji pada tahun ini meliputi beberapa syarat yang harus diikuti oleh para calon jemaah haji seperti kewajiban untuk menjalani vaksinasi COVID-19 minimal dua dosis. Pemerintah, katanya, akan mengupayakan agar seluruh jemaah haji yang akan berangkat ke tanah suci sudah tervaksin lengkap.

Selain itu, Yaqut juga menyebutkan bahwa terdapat pembatasan umur bagi peserta yang akan melaksanakan ibadah haji pada tahun ini.

“Pemerintah Saudi juga memberikan batasan usia di bawah 65 tahun dan ini kami pemerintah sudah tegas akan menjalankan ini, karena kalau lebih dari 65 tahun, sistem mereka akan menolak. Jadi pembatasan 65 tahun ini syarat yang ditentukan oleh pemerintah kerajaan Saudi,” ungkap Yaqut dalam telekonferensi pers di Istana Kepresidenan, Bogor, pada Selasa (17/5).

Terkait dengan biaya, sang menteri menuturkan bahwa besaran biaya yang akan dibayarkan oleh para jemaah tidak akan lebih besar dari biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH).

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Anggito Abimanyu, mengatakan bahwa pemerintah Indonesia sudah siap menyalurkan dana haji kepada pemerintah Arab Saudi melalui Kementerian Agama.

“Bahwa seluruh pembiayaan sudah siap dalam bentuk Saudi Riyal dan dalam bentuk rupiah maupun dalam bentuk living cost dalam bentuk bank notes. Jumlah yang kami sediakan sudah sesuai dengan apa yang telah menjadi kebijakan pemerintah dan disetujui oleh DPR, untuk itu kami sudah siap mentransfer dana tersebut kepada kerajaan Arab Saudi melalui pelayanan hotel, katering dan transportasi melalui Kementerian Agama,” ungkap Anggito.

Anggito menjelaskan, biaya haji per jemaah yang dibutuhkan mencapai Rp81,7 juta, Pemerintah sendiri telah menyiapkan dana sekitar Rp7,5 triliun untuk penyelenggaraan tahun ini.

“Jemaah haji membayar sekitar Rp39,9 juta per jamaah, jadi sudah sesuai dengan apa yang ditetapkan oleh kebijakan pemerintah dan disetujui oleh DPR,” tuturnya.

Pengawasan Ketat

Pengamat pelaksanaan ibadah haji Ade Marfuddin mengatakan beberapa syarat yang ditetapkan oleh Pemerintah Arab Saudi dalam rangka penyelenggaraan haji pada tahun ini sudah sepatutnya dipatuhi agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Menurutnya, kuota haji yang diberikan kepada Indonesia harus dimanfaatkan sebaik-baiknya walaupun terdapat sejumlah pembatasan.

Terkait syarat vaksinasi COVID-19 dan adanya pembatasan umur menurutnya semata-mata dilakukan untuk kepentingan jemaah haji agar kemudian bisa melaksanakan ibadah haji dengan baik dan selamat.

“Kita tahu haji ini ibadah fisik, ibadah yang memang membutuhkan stamina tubuh yang prima. Kalau misalnya dari batasan umur, tentu ini sebuah analisa dan hasil dari telaah diagnosis bahwa umur di atas 65 tahun itu mungkin lebih rentan lebih mudah terserang penyakit, untuk itu pemerintah Arab Saudi membatasi bahwa ini dibatasi umurnya supaya tidak repot dalam mengatasi masalah seperti ini,” ungkap Ade.

Selain itu, yang terpenting menurutnya adalah pemerintah harus senantiasa melakukan pengawasan kepada para calon jemaah haji untuk bisa memenuhi berbagai prasyarat yang ditentukan oleh pemerintah Arab Saudi. Pemerintah Indonesia, menurut Ade, juga harus bisa mensosialisasikan sejumlah syarat tersebut kepada masyarakat agar tidak timbul kekeliruan di kemudian hari.

“Maka yang penting adalah bagaimana mensosialisasikan informasi ini kepada seluruh jemaah agar sadar diri, mensyukuri bisa berangkat tahun ini, dan ada pembatasan umur, dan harus memperhatikan prokes yang baik dan ketat. Jangan sampai di sana tertular penyakit malah gak bisa ibadah dengan baik.”

“Atau misalnya sembunyi-sembunyi ngaku sudah vaksin padahal belum ini juga masalah. Kejujuran harus dibuktikan lewat dokumen yang ada. Saya kira ini perlu ketat pemerintah dalam hal ini, jangan sampai mengirim 100 ribu orang justru malah jadi malapetaka untuk pengiriman haji yang akan datang,” pungkasnya.