Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) meringkus kolektor satwa langka awetan. Puluhan satwa dilindungi yang telah diawetkan (offset) akhirnya disita. Kasus pengawetan satwa langka ini merupakan yang terbanyak di Indonesia.

Tim gabungan Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatra, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatra Barat (Sumbar), dan Polda Sumbar, menangkap kolektor satwa dilindungi yang telah diawetkan berinisial W (74). Tim gabungan menangkap W di rumahnya di Kelurahan Balai-balai, Kecamatan Padang Panjang Barat, Kota Padang Panjang, Sumbar.

Kepala BKSDA Sumbar, Ardi Andono, mengatakan petugas menemukan 30 jenis barang bukti dan bagian-bagian satwa dilindungi yang telah diawetkan. Mulai dari macan dahan, rangkong badak, kanguru pohon, kucing emas, kepala rusa, dan kambing hutan. Petugas juga menemukan kulit dan gigi harimau Sumatra, dan satwa dilindungi lainnya. Kasus pengawetan satwa dilindungi ini menjadi yang paling banyak di Indonesia.

“Ini terbesar di Sumbar, mungkin termasuk di Indonesia. Offset satwa langka ini sudah (dilakukan) empat generasi. Jadi kalau kita tangkap satu orang ini, artinya seluruh pemburu dan pemasok akan berhenti. Ini yang kami harapkan dari kasus tersebut. Jadi tidak ada lagi orang yang memasok ke dia,” katanya kepada VOA, Jumat (17/6).

Ardi menjelaskan, penangkapan itu berawal dari informasi masyarakat tentang adanya praktik pengawetan satwa dilindungi di Kota Padang Panjang. Lalu, petugas gabungan menyelidiki kasus ini dan berhasil menangkap pelaku.

“Kemampuan (pengawetan satwa) itu cuma satu-satunya dimiliki di Sumbar. Kemudian, dari informasi masyarakat dia juga melakukan jual beli. Akhirnya dari situ kami menelusuri jejaknya dan dia ditangkap pada 31 Mei 2022. Setelah dicek ke rumahnya ternyata dia banyak memiliki offset satwa dilindungi,” jelasnya.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, pelaku W telah ditetapkan sebagai tersangka dan
dijerat dengan Pasal 21 Ayat (2) huruf b dan d juncto Pasal 40 Ayat (2) Undang-Undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman pidana penjara maksimal lima tahun dan denda maksimal Rp100 juta.

Berkaca dari kasus tersebut, BKSDA Sumbar mengimbau agar masyarakat tidak memiliki satwa dilindungi dalam kondisi hidup maupun mati.

“Hutan Sumbar masih sangat utuh dibandingkan di provinsi lain. Satwa di sini juga masih banyak. Oleh karena itu satwa harus dilindungi sebagai identitas dari masyarakat Sumbar. Satwa ini kedudukannya sangat penting bagi kehidupan kita. Sebab satwa termasuk pendaur, top predator, dan penyebar biji sehingga hutan bisa kembali pulih,” pungkasnya.

Kepala Balai Gakum KLHK Wilayah Sumatra, Subhan, mengatakan saat ini pihaknya masih menelusuri jalur perdagangan satwa dilindungi yang telah diawetkan tersebut.

“Kami masih melakukan penelusuran untuk menggali keterlibatan pihak lain dan akan terus berkoordinasi dengan Polda Sumbar dan BKSDA Sumbar. Kejahatan terhadap tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi harus ditindak tegas. Kejahatan ini merupakan kejahatan serius dan luar biasa,” katanya melalui keterangan resminya.

Pelaksana tugas Direktur Pencegahan dan Pengamanan KLHK, Sustyo Iriyono, menegaskan pengungkapan kasus ini merupakan komitmen dalam penyelamatan tumbuhan dan satwa liar sebagai kekayaan sumber daya hayati.

“Hilangnya sumber daya hayati bukan hanya menimbulkan kerugian ekonomi
maupaun ekologi bagi Indonesia, tapi juga kerugian bagi dunia. Penindakan ini diharapkan dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku. Kami tidak akan berhenti menindak pelaku kejahatan terhadap lingkungan hidup dan kehutanan,” tegasnya.

KLHK telah melakukan 1.804 operasi pengamanan lingkungan hidup dan kawasan hutan di Indonesia, 430 di antaranya operasi tumbuhan dan satwa Liar. KLHK juga telah membawa 1.210 kasus ke pengadilan, baik terkait pelaku kejahatan korporasi maupun perorangan.