LBH Pers menilai bahwa Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat berpotensi represif dan sewenang-wenang.

Dengan adanya aturan tersebut, memungkinkan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk melakukan pengawasan berlebihan di ranah digital, baik di media sosial maupun media yang dianggap meresahkan dapat ditutup begitu saja.

Ade Wahyudin dari LBH Pers mengatakan definisi melanggar hukum, meresahkan dan mengganggu ketertiban umum pada Permenkominfo 5/2020 untuk PSE Lingkup Privat tidak dijabarkan secara spesifik. Menurut Ade, definisi tersebut terlalu luas dan tidak spesifik, bahkan sangat karet.

“Potensi sensor sangat besar, sehingga ruang demokrasi akan semakin menyempit, bahkan tidak ada sama sekali. Permen ini dalam catatan kami melanggar prinsip legalitas,” ungkapnya, Kamis (21/7/2022).

Disampaikannya, dalam Pasal 9 ayat 4 dan Pasal 14 ayat 3, tidak disebutkan secara jelas mengenai tujuan pelarangan beberapa perbuatan tersebut. Selain itu, potensi pembungkaman kebebasan berekspresi yang bertentangan dengan konstitusi menyebabkan pembatasan itu tidaklah sah menurut hukum.

Kominfo memiliki kewenangan dari hulu ke hilir dari pengaduan hingga eksekusi PSE yang diadukan, serta minim pengawasan, termasuk menilai konten melanggar hukum, meresahkan, dan ketertiban umum,” ucapnya.

Bila di dunia nyata, proses hukum berjalan dan diawasi secara bersamaan oleh aparat penegak hukum hingga masuk pengadilan untuk menghasilkan putusan. Sedangkan di dunia maya, adanya Permenkominfo 5/2020, Kominfo yang melakukan penafsiran, penyelidikan, sampai putusan.

“Itu artinya sangat abusif atau sewenang-wenang. Itu yang kita kritisi,” kata Ade.

Pendaftaran PSE Lingkup Privat sudah ditutup sejak 20 Juli 2022. Nama-nama perusahaan teknologi sudah dinyatakan mendaftar dan begitu juga perusahaan media. Dengan pendaftaran ini, Ade mengungkapkan, otomatis PSE akan tunduk pada Permenkominfo 5/2020.

“Ketika sudah daftar dan itu otomatis tunduk pada peraturan tersebut. Dari sisi pers, apabila ada kementerian atau lembaga tidak suka akan pemberitaan tertentu, tetapi media tersebut tidak memberikan informasi yang diminta, bisa kena sanksi penghentian sementara dan pemutusan akses. Itu represif,” tuturnya.