Kongres Amerika Serikat (AS) menyetujui dana US$52 miliar atau Rp775 miliar sebagai pendanaan untuk membangun manufaktur semikonduktor di dalam negeri.

Dalam pemungutan suara pada Kamis lalu, terdapat 243-187 suara dan hasilnya DPR meloloskan CHIPS dan Science Act senilai US$280 miliar untuk memperkuat inovasi sains dan teknologi AS.

Sebelumnya RUU semikonduktor itu menjadi prioritas administrasi Presiden AS, Joe Biden. Hal itu mencakup subsidi sebesar US$52 miliar untuk mendorong produsen chip membangun pabrik semikonduktor, atau ‘fab’ di AS.

Setelah berbulan-bulan negosiasi antara DPR dan Senat, persetujuan yang diteken pada Kamis itu menyelesaikan ancaman yang membayangi pembuat chip yang mempertimbangkan kembali rencana untuk membangun pabrik AS.

“Orang-orang Amerika mungkin tidak mengetahuinya, tetapi semikonduktor merupakan bagian integral dari pengalaman sehari-hari mereka,” kata anggota parlemen Rep. Frank Pallone Jr, dalam pernyataan di lantai Kamis menjelang pemungutan suara.

“Semikonduktor adalah microchip yang digunakan di mobil, elektronik konsumen, dan mesin cuci,” tuturnya.

Pandemi virus corona menjungkirbalikkan berbagai industri, terutama bisnis elektronik yang membutuhkan chip semikonduktor.

Permintaan akan produk teknologi, seperti laptop, konsol, dan tablet, melonjak karena konsumen menghabiskan lebih banyak waktu di rumah daripada di sekolah atau kantor.

Pertemuan antara permintaan dan gangguan rantai pasokan terkait pandemi mendorong kekurangan semikonduktor global yang baru saja diselesaikan oleh pemasok perangkat keras, seperti Nvidia dan AMD .

Tetapi krisis rantai pasokan akibat pandemi Covid-19 menginspirasi anggota parlemen, yaitu Senator Chuck Schumer, untuk membuat undang-undang agar lebih layak bagi pembuat chip, untuk mempekerjakan pekerja Amerika dan membangun produk mereka di dalam negeri.

Selama beberapa dekade terakhir, chip semikonduktor telah dikirimkan dari pabrik yang berada di luar negeri, terutama dari negara-negara seperti China, untuk mengurangi biaya produksi dan pengiriman.

Chips and Science Act adalah rancangan regulasi administrasi Biden untuk memberi insentif kepada pembuat chip, agar membalikkan arah dan membangun manufaktur di AS.

“Selama beberapa dekade, beberapa ‘ahli’ mengatakan kami harus menyerah pada manufaktur di Amerika. Saya tidak pernah percaya itu. Pekerjaan manufaktur kembali, “kata Presiden Joe Biden dalam sebuah pernyataan pada hari Rabu.

“Berkat RUU ini, kita akan memiliki lebih banyak (semikonduktor) lagi,” sambungnya dikutip The Verge.

Melansir Reuters, pengesahan undang-undang Chips and Act ini bertepatan dengan kunjungan Ketua DPR AS, Nancy Pelosi ke Taiwan. Dalam kunjungannya, Pelosi bertemu dengan Direktur Taiwan Semiconductor Manufacturing Co (TSMC), Mark Liu.

Dalam pertemuan itu, keduanya ikut membahas undang-undang Chips and Act. Maklum TSMC adalah salah satu penyuplai chip utama terhadap produk-produk Apple dan NVDIA.

Alhasil, suplai chip terhadap kedua perusahaan itu bisa saja terdampak andai China benar-benar menyerang Taiwan. Saat ini, China sudah mengadakan latihan militer di Selat Taiwan usai kunjungan Pelosi.

China geram karena AS dinilai tak menghargai kedaulatan mereka. Liu sendiri sempat mengutarakan pendapatnya terkait ketegangan China dan Taiwan.

“Tidak ada yang bisa mengontrol TSMC dengan paksaan. Jika Anda membawa pasukan militer atau invasi, Anda akan mendapati pabrik TSMC tidak beroperasi,” ujar Liu seperti dikutip dari CNBC.

“Sebab, fasilitas pabrik ini sangat canggih dan bergantung kepada hubungan nyata dengan dunia luar, dengan Eropa, dengan Jepang, dengan Amerika Serikat. Dari materi hingga kimiawi, sampai suku cadang dan perangkat lunak mesin dan diagnosa,” katanya menambahkan.