Sejumlah peneliti mengungkapkan potensi tsunami di Selatan Jawa bagian barat dengan tinggi hingga 34 meter, melebihi tsunami Aceh pada 2004.
Gelombang tsunami yang meluluhlantakkan sebagian wilayah pesisir Aceh saat itu memiliki ketinggian hingga 30 meter, dengan kecepatan 100 meter per detik atau 360 kilometer per jam.
Penulis utama Pepen Supendi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), sekaligus peneliti postdoctoral di University of Cambridge, mengungkapkan penyebab potensi tsunami besar di selatan Jawa.
Menurutnya, itu terkait tingkat kegempaan yang tinggi di dalam dan sekitar Jawa Barat dan Sumatera yang merupakan akibat dari pertemuan lempeng Indo-Australia dan subduksi di bawah lempeng Sunda.
“Peristiwa megathrust besar yang terkait dengan proses ini kemungkinan besar menimbulkan bahaya gempa bumi dan tsunami besar bagi masyarakat sekitar,” kata dia dalam jurnal Natural Hazard, terbit pada Minggu (30/10).
Sejumlah ahli kegempaan dalam negeri terlibat dalam penelitian itu, seperti Dwikorita Karnawati, Tatok Yatimantoro, Daryono dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Rahma Hanifa dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Sri Widiyantoro dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Nicholas Rawlinson dari Department of Earth Sciences-University of Cambridge, Abdul Muhari dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Tim memanfaatkan katalog data seismik yang bersumber dari BMKG dan International Seismological Center (ISC) periode April 2009 sampai Juli 2020, untuk melakukan hiposenter gempa.
Hasilnya, celah seismik yang besar di selatan Jawa Barat dan Sumatera bagian tenggara, yang sesuai dengan studi GPS sebelumnya yang menemukan wilayah Selatan Jawa berpotensi menjadi sumber gempa megathrust di masa depan.
“Kami menemukan ketinggian tsunami maksimum bisa mencapai 34 meter di sepanjang pantai barat Sumatera bagian selatan dan di sepanjang pantai selatan Jawa dekat Semenanjung Ujung Kulon,” ujar peneliti.
Perkiraan ini sebanding dengan ketinggian tsunami maksimum yang diprediksi oleh studi sebelumnya di Jawa bagian selatan di mana sumber gempa berasal dari inversi data GPS.
Namun, penelitian ini memperluas analisis ke tenggara Sumatera dan menunjukkan bahwa memperkirakan retakan dari celah seismik dapat menghasilkan penilaian bahaya tsunami yang dapat diandalkan tanpa adanya data global positioning system (GPS).
Sebelumnya, dalam jurnal yang ditulis oleh Sri Widiyantoro berjudul ‘Implications for megathrust earthquakes and tsunamis from seismic gaps south of Java Indonesia’ mengungkapkan tinggi tsunami di selatan Jawa maksimum hingga 20 meter dan rata-rata 4,5 meter.
Pemodelan tsunami dilakukan berdasarkan beberapa skenario yang melibatkan gempa bumi tsunami-genik besar yang dihasilkan oleh retakan di sepanjang segmen megathrust selatan Jawa.
“Skenario terburuk, di mana dua segmen megathrust yang membentang di Jawa pecah secara bersamaan, menunjukkan bahwa ketinggian tsunami dapat mencapai 20 meter dan12 meter di pantai selatan Jawa Barat dan Jawa Timur, dengan ketinggian maksimum rata-rata 4,5 meter sepanjang pantai selatan Jawa,” ujarnya dalam jurnal Nature.