Sementara para petani AS berupaya keras untuk mengatasi kenaikan biaya produksi, sebagian dari mereka beralih ke metode yang bermanfaat bagi lingkungan untuk membatasi pengeluaran sekaligus menghasilkan uang sambil mengendalikan perubahan iklim.
Harga-harga yang mencapai rekor tertinggi untuk produksi pertanian, seperti untuk benih dan pupuk, serta kenaikan biaya bahan bakar diesel telah memaksa para petani seperti Mark Boston untuk mengubah cara mereka berproduksi.
Boston mengatakan, “Kami harus mengurangi sedikit bahan produksi yang harganya naik atau berusaha untuk lebih cerdas dalam cara kami berproduksi.”
Pertanian yang lebih cerdas telah dicoba keluarga Boston selama beberapa dekade. Ia menjelaskan, keluarganya telah mencoba memanfaatkan tanaman penutup tanah dengan beragam tingkat keberhasilan. Setiap tahun, jelasnya, mereka menghadapi tantangan iklim yang berbeda-beda.
Salah satu teknik sukses yang digunakan keluarga Boston adalah metode “tanpa mengolah tanah.” Lahan dibiarkan apa adanya setelah panen, mempertahankan lebih banyak nutrisi di dalam tanah … termasuk karbon, bukannya melepaskan karbon ke udara.
Meskipun ini adalah cara ramah lingkungan dalam bertani, hargalah yang sebenarnya menjadi pertimbangan terbesar bagi Boston. Cara ini mengurangi jumlah pupuk yang ia gunakan. Ia menambahkan, “Itulah salah satu alasan mengapa hampir semua lahan tidak diolah.”
Tetapi ketika kenaikan harga memangkas labanya pada tahun 2022, Boston bereksperimen dengan apa yang disebut sebagai “pertanian karbon.” Ia bekerja sama dengan Locus Agricultural Solutions, perusahaan yang menjual produk-produk yang dapat diterapkan oleh para petani ke ladang mereka untuk membantu pertumbuhan tanaman palawija, meningkatkan konten karbon, meningkatkan retensi air dan mengurangi ketergantungan pada pupuk.
Shane Head, Direktur Keberhasilan Pelanggan dari Locus Agricultural Solutions mengatakan,“Kami membayar petani untuk mendapatkan data, dan kami juga mengambil sampel tanah dari petani sehingga dalam proses itu kami benar-benar mengukur karbon bagi petani melalui pengambilan sampel tanah.”
Head mengatakan program “Carbon Now” dari perusahaan itu menghubungkan para petani dengan pasar karbon di mana mereka dapat “menjual” karbon yang diserap lahan yang, jika dilepaskan ke atmosfer bumi, dapat menyebabkan pemanasan global.
Perusahaan-perusahaan besar yang memiliki jejak karbon yang besar harus mengimbanginya dengan cara tertentu. Perusahaan Head menggunakan pihak ketiga, yakni perusahaan andal yang menjual karbon.
John Nergenah, petani di bagian selatan Illinois mengatakan, “Pada dasarnya yang saya lakukan adalah apa yang saya pikir baik bagi lahan, dan kemudian karbon ini adalah produk selanya.”
Selain bertani tanpa mengolah lahan, Nergenah, yang juga peserta program Carbon Now, juga memelihara ternak yang meningkatkan upaya pertanian karbonnya. Mengintegrasikan ternak di lahan membantu menguraikan hal-hal untuk mendapatkan karbon di lahan, ujarnya.
Jadi, lanjut Mark Boston, kalau para petani ingin berdaya saing di pasar tersebut, mereka sebisa mungkin harus mencoba semua cara untuk dapat meminimalkan biaya.
Boston berharap investasi pertanian karbonnya akan menghasilkan keuntungan, bukan hanya dari menjual karbon yang diserap di lahannya, tetapi juga meningkatkan hasil kedelai dan jagungnya.