Sebuah teknologi asal Amerika Serikat (AS) disebut menjadi penyebab gempa dahsyat Turki beberapa waktu lalu. Menanggapi tudingan ini, sejumlah ilmuwan buka suara.
Mereka membantah tuduhna pada High-frequency Active Auroral Research Program atau HAARP. Tools tersebut tidak punya kemampuan memodifikasi cuaca yang pada akhirnya jadi penyebab gempa.
Berdasarkan penuturan sejumlah ahli, HAARP tidak bertanggung jawab atas gempa Turki atau bencana apapun. Laman FAQ HAARP juga menyatakan teknologi itu tidak bisa mengontrol ataupun memanipulasi cuaca, dikutip dari Reuters, Rabu (22/2/2023).
Manajer program HAARP University of Alaska Fairbank, Jessica Matthews juga menegaskan hal tersebut. Alat itu, dia menegaskan, tidak bisa menciptakan atau memperkuat bencana alam.
Sementara itu, profesor teknik Thomas R.Briggs Universitas Cornell bernama David Hysell menjelaskan HAARP merupaka pemancar radio yang lebih besar dari kebanyakan alat serupa. Dia juga meyakinkan jika secara teori HAARP tidak bisa menciptakan bencana gempa.
Selain itu David Malaspina selaku ilmuwan peneliti di Laboratory for Atmospheric and Space Physics (LASP) di University of Colorado Boulder juga berusaha menjelaskan soal HAARP. Dia mengatakan gelombang radio di dalamnya seperti stasiun radio AM yang kuat.
Dia menambahkan tidak ada mekanisme di dalam siaran radio AM bisa jadi penyebab gempa bumi. Gelombang radio seperti itu menembus kurang dari 1 cm di dalam tanah, jauh dari gempa bumi.
“Gempa Bumi 2023 di Turki berasal dari ~17 km ke bawah.” tuturnya.
Kekuatan gelombang radio berusaha dijelaskan oleh profesor riset teknik elektro dan komputer di Universitas Boston, Toshi Nishimura. Dia menjelaskan gelombang radio buatan bisa menggangu atmosfer bagian atas secara lokal, yang sama juga terjadi pada Matahari.
Nishimura juga menjelaskan tidak tahu ada bukti ilmiah gelombang buatan bisa membuat gangguan lebih kuat dan bedampak pada seismik lokal. Tudingan yang ada juga dia bantah.
“Saat ini tidak ada teknologi untuk meluncurkan gelombang radio dari tanah dan mengenai kota secara tepat,” kata Nishimura. “Tampaknya tidak mungkin gelombang radio dapat berdampak pada kondisi seismik yang jauh.” imbuhnya.