Raksasa teknologi Google meminta aturan Publisher Rights atau hak penerbit di Indonesia berlaku dengan adil dan memungkinkan adanya pengecualian yang mengacu pada kontribusi dari sebuah platform digital.
“Kami percaya kriteria objektif, seperti “signifikansi” atau ambang batas traffic, harus dijelaskan dalam hukum dan berlaku sama untuk baik penyedia layanan domestik maupun internasional,” kata Google dalam tulisan blog berjudul “Bekerja sama demi masa depan industri berita” pada Selasa (14/2).
“Kami sangat mendorong dibuatnya proses pengecualian yang jelas sehingga otoritas penegak independen dapat menilai kontribusi dari suatu platform digital dan memutuskan mengecualikannya dari ketentuan atau regulasi yang berlaku,” tambahnya.
Google menyebut jika kontribusi tidak diapresiasi, maka “platform digital mungkin menjadi kurang termotivasi untuk secara proaktif bekerja sama dengan penerbit berita dan ini menimbulkan ketidakjelasan mengenai inisiatif dan investasi yang telah berjalan di Indonesia.”
Menurut Google, dalam menentukan layanan platform digital mana saja yang akan dikenai regulasi apapun nantinya, industri harus mendapatkan kepastian dan kejelasan tentang dasar keputusan itu.
Apa yang disampaikan Google berkaitan dengan aturan Publisher Rights yang draftnya tengah dibahas oleh pemerintah dan akan berbentuk perpres. Draft perpres tersebut disusun oleh Dewan Pers dan Task Force Media Sustainability kepada Kominfo.
Melansir Antara, draft usulan itu berjudul “Usulan Jurnalisme Berkualitas dan Tanggung Jawab Platform Digital”. Aturan tersebut dinilai perlu agar konvergensi media dapat memberi peluang yang sama untuk media massa konvensional atau media baru.
Pada Rabu (15/2), Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Usman Kansong menyebut rancangan ini diupayakan untuk bisa selesai dalam sebulan.
“Harus (bisa selesai Maret) saya kira. Itu sudah arahan Presiden, kita kerjakan maraton. Bekalnya sudah ada, tinggal disempurnakan. Saya kira dalam waktu sebelum sebulan rancangan perpres ini bisa selesai,” katanya kepada wartawan, Rabu (15/2).
Terkait mekanismenya, Usman mengatakan hal tersebut akan ada di aturan tersebut. Apakah nantinya platform digital akan “membayar kompensasi, apakah bagi hasil, atau yang lain-lain itu diatur oleh badan pelaksana.”
Saat ini sejumlah platform digital disebut sudah melakukan inisiatif serupa, tetapi menurut Usman, kehadiran aturan ini akan membuat hal tersebut sifatnya menjadi kewajiban.
“Dengan adanya regulasi semua punya kewajiban untuk melaksanakan regulasi ini yang dengan ukuran-ukuran tertentu. Pasti ukuran-ukuran tertentu, misalnya, kehadirannya signifikan di Indonesia,” kata Usman.
Lebih lanjut, terkait definisi platform digital dengan kehadiran signifikan nantinya akan dipaparkan dalam Peraturan Presiden.
“Platform digital memang kebanyakan mengacu kepada platform asing. di Perpres nanti akan diatur yang kehadirannya signifikan,” tutur Usman.