Badan Energi Internasional (International Energy Agency/IEA) pada Kamis (2/3) melaporkan produksi karbon dioksida dunia mencapai rekor pada 2022 dibandingkan volume yang dihasilkan sejak 1900. Peningkatan tersebut tak lepas dari pulihnya transportasi udara pasca pandemi dan lebih banyak kota beralih ke batu bara sebagai sumber listrik berbiaya rendah
IEA mengatakan emisi gas pemanasan iklim yang disebabkan produksi energi tumbuh 0,9% mencapai 36,8 gigaton pada 2022. Padahal menurut Badan Penerbangan dan Antariksa (NASA) Amerika Serikat (AS), massa satu gigaton setara dengan sekitar 10.000 kapal induk bermuatan penuh.
Karbon dioksida dilepaskan ketika bahan bakar fosil seperti minyak, batu bara, atau gas alam digunakan sebagai bahan bakar mobil dan pesawat, serta untuk konsumsi rumah tangga, dan pabrik. Ketika gas memasuki atmosfer, ia memerangkap panas sehingga mempengaruhi pemanasan iklim.
Peristiwa cuaca ekstrem meningkatkan emisi karbon dioksida pada tahun lalu. Peristiwa tersebut di antaranya bencana kekeringan yang mengurangi debit air yang digunakan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan gelombang panas. Kedua hal tersebut mendorong meningkatkan kebutuhan energi fosil.
Para ilmuwan iklim sebelumnya telah memperingatkan bahwa pengguna energi di seluruh dunia harus dipangkas untuk mengurangi emisi secara dramatis sebagai upaya memperlambat konsekuensi pemanasan global.
“Setiap pertumbuhan emisi — bahkan 1 persen — adalah sebuah kegagalan,” kata Rob Jackson, seorang profesor ilmu sistem bumi di Universitas Stanford dan ketua Proyek Karbon Global, sebuah kelompok internasional.
IEA melaporkan emisi karbon dioksida dari batu bara tumbuh 1,6 persen pada tahun lalu. Banyak warga, terutama di Asia, beralih dari gas alam ke batu bara untuk menghindari melonjaknya harga gas alam yang diperburuk oleh invasi Rusia ke Ukraina.
Data IEA menunjukkan emisi global meningkat hampir setiap tahun sejak 1900 dan telah melaju pesat dari waktu ke waktu. Namun ketika pandemi COVID menghantam dunia pada 2020, emisi menurun menyusul aktivitas perjalanan yang menurun drastis.
Tingkat emisi tahun lalu, meskipun mencapai rekor tertinggi, tetap lebih rendah dari perkiraan para ahli. IEA bilang peningkatan penerapan energi terbarukan, kendaraan listrik, dan teknologi pemanas air bersama-sama membantu mencegah tambahan 550 megaton emisi karbon dioksida.