Mustafa Ziauddin yang berusia enam belas tahun memiliki masalah dengan keseimbangan dan gerakan karena penyakit bawaan. Terapi tradisional tak membantunya. Namun, video game yang dimainkannya di Karachi Vocational Training Centre, tempat ia menjalani fisioterapi menunjukkan harapan.
Video game yang dimainkannya bernama Bubble Pop. Video game itu menggunakan realitas tertambahkan untuk mendorong pasien berlatih gerakan dan merespons. Mehreen Javaid, pakar terapi okupasi yang mengawasi Ziauddin mengatakan, video game itu melatih koordinasi mata dan tangan pasiennya.
“Video game ini sangat bermanfaat bagi mereka yang memiliki masalah kognitif, masalah koordinasi motorik, masalah presisi, dan masalah gerak. Anak-anak yang sebelumnya tidak merespons terapi manual dengan baik, bisa merespons positif video game dengan teknologi realitas tertambahkan ini. Permainan ini meningkatkan koordinasi mata dan tangan mereka,” jelasnya.
Apa yang dimainkan Ziauddin hanyalah salah satu video game yang dikembangkan Wonder Tree, sebuah perusahaan pengembang video game di Karachi.
Muhammad Waqas, salah satu pendiri bersama perusahaan itu mengatakan,“Pada dasarnya video game mengubah terapi fisik menjadi permainan. Anak-anak berpikir bahwa mereka sedang bermain game dan bersenang-senang tetapi pada kenyataannya mereka sedang menjalani fisioterapi. Dengan bantuan teknologi realitas tertambahkan, kami mengubah sebuah latihan fisik menjadi permainan yang menarik dan menyenangkan anak-anak. Kemampuan gerak dan ketangkasan mental mereka membaik karena video game ini. ”
Wonder Tree sejauh ini telah mengembangkan lebih dari 20 video game yang secara teratur digunakan dalam terapi di klinik-klinik dan rumah sakit-rumah sakit di berbagai penjuru Pakistan.
Psikolog klinis Rida Asad mengatakan video game yang dikembangkan Wonder Tree terbukti efektif jika dipadukan dengan terapi-terapi lain yang disetujui secara ilmiah untuk masalah fisiologis dan motorik.
Ia sendiri melihat video game dengan teknologi realitas tertambahkan telah teruji membantu pasien-pasiennya.
“Saat kami menerapkannya sebagai intervensi, variabel yang secara khusus saya amati adalah kesejahteraan psikologis, yang kami sebut kesejahteraan subjektif, dan peningkatan dalam pengambilan keputusan, dan peningkatan koordinasi motorik. Setelah menjalankan penelitian selama hampir satu tahun atau lebih, kami menemukan bahwa ada peningkatan yang signifikan dalam kesejahteraan subjektif mereka. Mereka juga lebih responsif terhadap instruksi dan ada peningkatan dalam kemampuan pengambilan keputusan mereka. Mereka tidak hanya dapat memahami instruksi tetapi juga menindaklanjutinya.”