Ketika hujan masih setia mengguyur sejak pagi, Jumat (16/6), DKI Jakarta terpantau memiliki kualitas udara terburuk di dunia versi situs pemantau polusi udara IQAir.

Menurut data per pukul 09.46 WIB, Jakarta menempati peringkat pertama kota-kota di dunia dengan kualitas udara terburuk. Angkanya mencapai 159 dan berkategori Tidak Sehat (Unhealthy).

IQAir sendiri mengukur kualitas udara berdasarkan nilai Particulate Matter (PM2.5), yang adalah polutan berbentuk debu, jelaga, asap berukuran lebih kecil dari 2,5 mikron atau µm (mikrometer atau sepersejuta meter).

Sumbernya bisa dari pembakaran bahan bakar fosil, seperti asap kendaraan dan pabrik serta PLTU.

Untuk pagi ini, nilai PM2.5 ibu kota mencapai 71,8 µg/m³ atau 14,4 kali batasan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Di urutan kota dengan kualitas udara buruk berikutnya adalah Delhi (India) dengan nilai 154, Wuhan (China) 144, Lahore (Pakistan) 135, Shanghai (China) 133, dan Riyadh (Saudi) 131.

Senada, berdasarkan pengukuran Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Kemayoran (Jakarta Pusat), angka PM2.5 ibu kota masuk kategori Tidak Sehat dengan nilai tertinggi pada pukul 07.00 WIB, yakni 85,5 µg/m³.

Nilainya turun sejam kemudian ke angka 56,9 µg/m³.

Kota lain yang mencapai kategori Tidak Sehat adalah Semarang dengan angka PM2.5 69,6 µg/m³ per pukul 08.00 WIB. Wilayah pengukuran lainnya masih masuk kategori hijau.

Berdasarkan standar BMKG, kualitas udara kategori Baik (warna hijau) ada pada kisaran dengan konsentrasi PM2.5 0-15,5 µgr/m3; Sedang (biru) 15,6-55,4 µgr/m3;

Tidak Sehat (kuning) 55,5-150,4 µm/m3; Sangat Tidak Sehat (merah) 150-250,4 µgr/m3; serta Berbahaya (hitam) > 250,4 µgr/m3.