Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane mengingatkan untuk tetap waspada ancaman penyakit lain usai pencabutan status pandemi Covid-19.

Menurutnya, pemerintah harus melakukan pengawasan (surveilans) berbagai penyakit berpotensi wabah sambil memberi tahu risikonya secara berkala ke masyarakat.

“Ancaman penyakit lain selain Covid-19 masih banyak, dan ancaman-ancaman pandemi ke depan masih tetap ada,” kata Madalina kepada CNNIndonesia.com, Rabu (14/6).

Masdalina menyebut konsekuensi dari status kedaruratan pandemi Covid-19 adalah beberapa regulasi yang sebelumnya diterapkan tak berlaku lagi. Meski begitu, dia mewanti-wanti akan adanya mutasi baru.

Dikutip dari situs Kemenkes, beberapa ancaman kesehatan yang dinamakan ‘Penyakit Infeksi Emerging’ terdeteksi menjadi wabah, endemi, hingga pandemi.

Penyakit Infeksi Emerging sendiri adalah penyakit yang muncul dan menyerang suatu populasi untuk pertama kalinya atau sudah ada sebelumnya.

Penyakit-penyakit ini meningkat dengan sangat cepat, baik dalam jumlah kasus baru di dalam satu populasi atau pun penyebarannya ke daerah lain (re-emerging infectious disease).

Ruang lingkupnya terbagi menjadi tiga. Pertama, Penyakit Virus Emerging (Penyakit virus Ebola, Penyakit virus Hanta, Penyakit kaki tangan dan mulut, Penyakit virus Nipah, Penyakit virus MERS, Demam berdarah Crimean-Congo, Demam Rift Valley, Poliomyelitis. dan Penyakit virus baru).

Kedua, Penyakit Bakteri Emerging (Botulisme, Bruselosis, Listeriosis, Melioidosis, Pes, Demam semak). Ketiga, Penyakit Parasitik Emerging (Toksoplasmosis, penyakit parasit baru).

Penyakit Infeksi Emerging ini, menurut Kemenkes, sangat tinggi berpotensi menyebar atau biasa disebut dengan epidemi, pandemi, dan bisa berstatus Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMMD/PHEIC).

Terus bermutasi

Sementara itu, Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra menyoroti kasus aktif Covid-19 menjelang pencabutan status epidemi ini.

Berdasarkan data Satuan Tugas (Satgas), pada Rabu (14/6) saja jumlah kasus aktif Covid-19 di Indonesia masih 10.027 kasus. Hermawan menilai jumlah itu bisa lebih banyak dari data yang dicatat. Sebab, dia meyakini banyak yang tidak terdeteksi.

“Jadi kalau ada 10.000 aktif yang under-diagnose itu berarti lebih dari 5x lipat. Jadi 50 ribu kasus itu ada di tengah masyarakat,” kata Hermawan kepada CNNIndonesia.com.

Senada dengan Masdalina, Hermawan juga meminta pemerintah terus waspada. Menurutnya, pemerintah harus meningkatkan capaian vaksinasi di masyarakat.

“Vaksinasi kita itu lambat, Terutama yang booster kedua yang tidak sampai 50.000 vaksinasi per hari. Jauh dibanding periode kedua. Oleh karena itu secara situasi nasional kita masih waspada,” ujarnya.

Hermawan juga mendorong tes tetap digencarkan. Berdasarkan pengamatannya, kemampuan angka pengetesan atau testing rate Indonesia masih di bawah kasus kumulatif.

“Kalau kasus kita 10.000 ya kemampuan kita cuma 8.000,” ucap dia.

Padahal, kata dia, yang paling penting itu kemampuan spinning dan testing. Sebab, virus Covid-19 beserta turunannya itu terus bermutasi,

“Kewaspadaan kita untuk kita melacak itu harus cepat. Jadi ada upaya screening, testing, dan kewaspadaan untuk wabah baru,” tuturnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan segera mencabut status pandemi Covid-19 di Indonesia. Jokowi memutuskan saat ini Indonesia memasuki fase endemi.

“Kita kemarin rapat dan sudah kita putuskan untuk masuk ke endemi, tetapi kapan diumumkan baru dimatangkan dalam seminggu-dua minggu,” kata Jokowi di Kantor BPKP, Jakarta, Rabu (14/6).

Jokowi berkata perlu ada rincian mengenai jumlah kasus aktif Covid-19. Ia pun menekankan jumlah vaksinasi yang sudah dicapai.