Jam adalah penunjuk waktu yang sudah digunakan sejak ribuan tahun lalu, bahkan sebelum tulisan muncul. Penunjuk waktu diawali dengan jam matahari, lalu berubah menjadi jam pasir, hingga menjadi jam yang digunakan saat ini.
Waktu terbagi atas tiga hal, yakni jam, menit, dan detik. Namun, pernahkah Anda bertanya-tanya terkait alasan mengapa satu hari terbagi dalam 24 jam?
Melansir IFL Science, salah satu tulisan kuno tradisional, teks hieroglif Mesir, mengungkapkan asal usul jam. Menurut teks tersebut, jam berasal dari wilayah Afrika Utara dan Timur Tengah, lalu diadopsi di Eropa sebelum meluas ke seluruh dunia pada era modern.
Teks Piramida yang ditulis sebelum 2400 sebelum masehi (SM) adalah tulisan tertua dari Mesir kuno. Di dalam teks-teks tersebut, ada kata ‘wnwt’. Makna hieroglif yang berkaitan erat dengan ‘wnwt’ adalah ‘bintang’. Dari teks tersebut, dapat disimpulkan bahwa ‘wnwt’ berkaitan dengan malam.
Lalu, tabel astronomi yang terdapat di tutup peti dari kota Asyut sekitar 2000 SM menjelaskan lebih lanjut terkait makna ‘wnwt’. Tabel tersebut berisi kolom yang mewakili periode sepuluh hari dalam setahun, yakni Kalender Sipil Mesir yang memiliki 12 bulan. Kalender tersebut memiliki 12 bulan yang setiap bulannya memiliki tiga minggu 10 hari, serta lima hari perayaan.
Di setiap kolom, terdapat 12 nama bintang yang membentuk 12 baris dan mewakili perubahan bintang sepanjang satu tahun. Namun, tidak ada hubungan erat antara kata ‘wnwt’ dengan tabel bintang peti mati ini.
Sekitar 1210 SM di Kerajaan Baru, yakni pada periode Mesir Kuno antara abad ke-16 dan ke-11 SM, hubungan antara jumlah baris bintang dan kata ‘wnwt’ makin jelas.
Salah satu kuil, Osireion di Abydos, memiliki banyak informasi astronomi, termasuk petunjuk cara membuat jam matahari dan teks yang menggambarkan gerakan bintang. Kuil ini juga berisi tabel bintang jenis peti mati yang 12 baris diberi label dengan kata ‘wnwt’.
Pada masa Kerajaan Baru, ada 12 ‘wnwt’ malam dan juga 12 ‘wnwt’ siang, keduanya merupakan ukuran waktu yang jelas. Konsep jam tersebut hampir dengan bentuk modern, kecuali dua hal.
Pertama, meskipun ada 12 jam siang dan 12 jam malam, waktu tersebut selalu diungkapkan secara terpisah, bukan sebagai satu hari 24 jam.
Waktu siang diukur dengan bayangan matahari, sedangkan jam malam diukur dengan bintang-bintang. Hal ini hanya dapat dilakukan ketika matahari dan bintang terlihat. Lalu, terdapat dua periode di sekitar matahari terbit dan terbenam yang tidak mengandung jam.
Kedua, wnwt pada masa Kerajaan Baru dan jam modern berbeda dalam hal durasi. Jam matahari dan jam air menunjukkan dengan sangat jelas bahwa panjang ‘wnwt’ berubah sepanjang tahun, yakni jam malam yang panjang di sekitar titik balik musim dingin dan jam siang yang panjang di sekitar titik balik musim panas.
Menurut laporan yang sama, orang Mesir kuno menggunakan bintang terang Sirius sebagai contoh dan memilih bintang-bintang lain berdasarkan kesamaan perilaku mereka dengan Sirius.
Titik utama dalam hal ini adalah bintang-bintang penanda waktu menghilang selama 70 hari setiap tahun, seperti Sirius, meskipun bintang-bintang lainnya tidak secerah Sirius.
Disebutkan, teks bintang Osireion memberikan tanggal-tanggal yang setiap 10 hari satu bintang mirip Sirius menghilang dan satu bintang muncul kembali. Hal itu terjadi sepanjang tahun.
Tergantung pada waktu dalam setahun, antara sepuluh hingga 14 dari bintang-bintang ini terlihat setiap malam. Jika dicatat dalam interval 10 hari sepanjang tahun, tabel yang sangat mirip dengan tabel bintang peti mati muncul.
Pada tahun 2000 SM, tabel tersebut menjadi lebih skematis daripada akurat. Lalu, muncul tabel dengan 12 baris yang menghasilkan tabel peti mati.
Dengan demikian, kemungkinan besar angka 12 dipilih sebagai jumlah jam dalam satu malam mungkin terkait dengan pilihan minggu 10 hari, meskipun kini diubah menjadi 24 jam dengan pembagian 12 jam siang hari dan 12 jam malam hari.