Didirikan oleh seorang mantan pengungsi, perusahaan Epimonía

Aksesoris yang berbasis di Minnesota mengubah bahan dari jaket pelampung yang dikenakan oleh para pengungsi menjadi bahan busana dan aksesori fesyen.

Bagi Mohamed Malim, warga Amerika yang mantan pengungsi, jaket-jaket pelampung yang biasa dikenakan para pengungsi saat menyeberangi Laut Tengah untuk mencapai Eropa memiliki arti tersendiri. Jaket-jaket itu merupakan simbol perjuangan mempertaruhkan nyawa untuk mencari kehidupan yang lebih baik.

Kini Malim, melalui perusahaan yang didirikannya pada 2018 di Minnesota, mengubah jaket-jaket pelampung itu menjadi koleksi fesyen, termasuk berbagai aksesori.

Orang tua Malim melarikan diri dari Somalia selama konflik tahun 1990-an. Malim sendiri lahir di kompleks kamp pengungsi Dadaab, Kenya, sebelum bermukim di AS.

“Kami memanfaatkan jaket-jaket pelampung itu dan mengubahnya menjadi karya fesyen. Tujuan di balik itu adalah untuk menciptakan kesadaran akan krisis pengungsi secara global dan untuk mendukung pengungsi melalui fesyen yang berkelanjutan,” jelasnya.

Koleksi busana Malim dan beberapa jaket pelampung serta perahu yang digunakan para pengungsi merupakan bagian dari pameran yang berlangsung pada 17 Juni di sebuah galeri di Washington DC. Acara tersebut menampilkan instalasi dan puisi yang menuturkan kisah-kisah krisis pengungsi di Laut Tengah.

“Pameran ini pada dasarnya adalah momen di mana kami mengenang dan menghormati para pengungsi yang melarikan diri. Kami menceritakan kisah para pengungsi yang melarikan diri dari negara asal mereka,” imbuh Malim.

Organisasi Internasional untuk Migrasi PBB, atau IOM, mengatakan Laut Tengah adalah salah satu rute penyeberangan laut paling berbahaya di dunia. Rute tersebut sejauh ini telah merenggut lebih dari 20 ribu nyawa sejak 2014.

Untuk pameran ini, Malim berkolaborasi dengan penyair dan penulis Somalia Amerika Elias Yabarow, yang mengatakan tujuan dari acara ini adalah untuk mendekatkan orang-orang pada kisah-kisah pengungsi.

“Berita-berita perjalanan pengungsi selalu hanya angka. Sembilan orang di lepas pantai ini dan dua belas orang di lepas pantai itu. Dan Anda tidak benar-benar mengerti siapa orang-orang ini atau mengapa mereka terdorong untuk meninggalkan negara yang mereka sebut rumah. Jadi, kami benar-benar ingin Anda tahu dan merasakan bahwa ini adalah hal yang sangat nyata,” lanjutnya.

Malim mengatakan ia ingin busana dan aksesori yang dibuatnya menceritakan kisah tentang perjalanan pengungsi yang sulit dan berliku.