Stres saat Hamil ‘Tularkan’ Gangguan Kepribadian pada Anak

0
827

Selain membahagiakan, kehamilan juga bisa menjadi masa yang dipenuhi oleh rasa stres. Jika stres tak dikelola dengan baik, studi teranyar menemukan, anak yang dilahirkan berisiko mengalami gangguan kepribadian.

Studi yang diterbitkan dalam British Journal of Psychiatry ini diklaim sebagai penelitian pertama yang mencari keterkaitan antara stres saat hamil dan perkembangan gangguan kepribadian anak.

Peneliti dari Royal College of Surgeon di Irlandia dan Finnish National Institute for Health and Welfare memeriksa sebanyak lebih dari 3ribu wanita di Helsinki, Finlandia. Partisipan diminta untuk mengisi kuesioner berkaitan dengan kondisi kesehatan mental selama hamil.

Dari sekian anak yang lahir, sebanyak 40 anak didiagnosis mengalami gangguan kepribadian. Peneliti menyimpulkan, anak dengan ibu yang mengalami stres tingkat moderat saat hamil tiga kali lebih berisiko mengalami gangguan kepribadian saat mereka mencapai usia 30 tahun. Sedangkan untuk ibu yang mengalami stres berat, anak 10 kali lipat lebih berisiko mengalami gangguan kepribadian.

“Kehamilan bisa membuat seorang ibu merasa stres. Studi menunjukkan pentingnya dukungan kesehatan mental di masa kehamilan,” ujar tim peneliti Trudi Seneviratne, mengutip The Independent.

Gangguan kepribadian merupakan kondisi di mana penderita memiliki pola pikir dan perilaku yang tidak sehat. Penderita juga sulit merasakan, memahami, dan berinteraksi dengan orang lain.

Umumnya, mereka dengan gangguan kepribadian memiliki ciri-ciri seperti berperilaku aneh, mengurung diri atau menghindari interaksi dengan orang lain, sulit menjalin hubungan dekat dengan orang lain, sulit mengendalikan pikiran, dan sering berprasangka buruk.

Namun, studi tidak melibatkan faktor yang bisa memengaruhi perkembangan stres seperti latar belakang kondisi keuangan, cara mendidik anak, dan pengalaman pelecehan seksual.

“Riset lanjutan jelas diperlukan untuk membuktikan hubungan sebab-akibat antara kondisi stres saat hamil dengan gangguan kepribadian anak,” ujar pemimpin studi, Ross Branningan.

Sumber : CNN [dot] COM