BSSN Respons Pakar Siber AS yang Singgung Indonesia

0
853

Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menanggapi perusahaan solusi keamanan siber asal Amerika Serikat (AS), Palto Alto Networks yang mengatakan masih minimnya sumber daya manusia (SDM) bidang keamanan siber di Indonesia.

Menurut Ketua BSSN Hinsa Siburian, Indonesia telah memiliki sekolah khusus untuk mempertahankan keamanan siber. Sebab dijelaskan Hinsa, SDM-SDM berkualitas di bidang keamanan digital di Indonesia adalah kunci.

“Kita mesti membangun SDM, ini yang sedang kita kerjakan. BSSN dengan latar belakang Sekolah Tinggi Sandi Negara, kita sudah mengembangkan Politeknik Siber,” ucapnya saat acara Peluang dan Tantangan Ruang Siber Indonesia di Jakarta, Rabu (4/12).

Selain meningkatkan SDM, Hinsa dan jajarannya juga membangun Research & Development dengan cara menjajaki kerja sama dengan sejumlah lembaga penelitian dan universitas.

BSSN juga membuka peluang untuk bekerja sama dengan lembaga penelitian dari luar Indonesia, demi mengembangkan teknologi keamanan siber.

“Selain SDM, kita juga kembangkan Research & Development. Kami tentunya sedang kita jajaki kerja sama dengan semua perguruan tinggi, dan lembaga penelitian,” pungkas Hinsa.

Sebelumnya, perusahaan solusi keamanan siber, Palto Alto Networks menyinggung SDM dan kesenjangan talenta bidang keamanan siber di Indonesia.

Menurut Field Chief Security Officer Kevin O’Leary ada sejumlah posisi yang mensyaratkan kualifikasi dan spesifikasi tugas yang luas bahkan kadang dianggap kurang realistis.

“Di Asia Pasifik sendiri, dibutuhkan paling tidak sekitar 2,14 juta SDM di bidang keamanan siber. Maka dibutuhkan pendekatan menyeluruh untuk mengatasi persoalan ini yaitu pengadopsian strategi otomatisasi dan mengeksplorasi seluruh alternatif yang ada,” ucapnya saat acara Prediksi Palto Alto Networks 2020 di Sentral Senayan, Jakarta, kemarin.

Menurut O’Leary, otomatisasi dianggap sebagai elemen kunci dalam penerapan strategi keamanan siber di masa depan karena tidak lagi membutuhkan campur tangan operasi dari manusia. Artinya, operasional perusahaan bakal dilakukan secara otomatis.

Selain itu, Palto Alto menyebut perusahaan mesti menekankan kepada karyawan mereka untuk lebih fokus mengasah skill untuk tugas-tugas tingkat tinggi yang tidak bisa diotomatisasikan seperti pemecahan masalah, komunikasi, dan kolaborasi.

“Hal itu memicu dirombaknya struktur security operating centre (SOC) dan terjadinya pergeseran kebutuhan SDM di bidang tersebut sehingga kesenjangan SDM dapat segera teratasi,” kata O’Leary.

Sumber : CNN [dot] COM