Jalan Panjang Vaksin Merah Putih, Peneliti Sempat Uji ke Diri Sendiri

0
353

Inavac alias Vaksin Merah Putih produksi Universitas Airlangga (Unair) akhirnya mendapatkan izin penggunaan darurat (EUA) setelah lebih dua tahun pandemi. Apa saja halangan yang sudah dilewati?

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menerbitkan EUA vaksin Inavac sebagai vaksin primer pada Jumat (4/11). Untuk penggunaannya sebagai penguat alias booster, BPOM masih mengkajinya.

Vaksin ini sendiri mulanya dikembangkan oleh Lembaga Biologi Molekular Eijkman di masa awal pandemi. Pada prosesnya, Universitas Airlangga, PT Bio Farma terlibat di awal 2020.

Ketua peneliti vaksin Merah Putih di Unair Surabaya Fedik Abdul Rantam mengungkapkan selama masa pengembangan vaksin Inavac pihaknya menemui banyak hambatan.

Salah satunya adalah saat mencari subyek yang belum mendapatkan vaksinasi. Pasalnya, program vaksinasi Covid-19 tengah digenjot pemerintah saat vaksin Inavac dikembangkan.

Alhasil, dirinya pernah menguji coba vaksin ini ke dirinya sendiri.

“Sejak animal trial fase kedua menggunakan macaca (sejenis monyet) itu vaksin kami sebelum diujicobakan ke animal itu saya suntikan pada saya sendiri,” aku Fedik, dalam wawancara dengan CNN Indonesia TV, belum lama ini.

Secara singkat, proses pembuatan vaksin terdiri dari sejumlah tahapan yang dipantau ketat.

Pertama, tahap eksplorasi. Kedua, tahap uji pra-klinis. Pengujian yang biasanya terdiri dari tiga fase ini masih dilakukan terhadap hewan.

Ketiga, tahap klinis yang sudah melibatkan pengujian pada manusia. Tahap ini juga terbagi menjadi tiga fase terutama untuk melihat efektivitas dan keamanannya (termasuk efek samping vaksin) terhadap relawan.

Jika lolos tahap ini, BPOM akan melakukan peninjauan lebih lanjut sebelum menerbitkan izin darurat. Usai izin terbit, tahap produksi massal diberlakukan.

Fedik mengaku tahu betul risiko yang ada pada vaksin tersebut karena dirinya yang membuat vaksin ini.

“Karena saya buat sendiri, saya bisa evaluasi. saya yakini vaksin yg saya formulasikan yg saya buat itu adalah aman,” katanya, “Saya meyakinkan untuk diri saya sendiri dan untuk vaksin itu kualitasnya baik atau tidak.”

Apakah terasa efek samping?

“Bahwa ada yang ditemukan tempat suntikan agak nyeri setelah diimunisasi; ada yang mungkin, sorry, kok masih agak keras di tempat suntikan; ada yang nafsu makan turun; nafsu makan meningkat; tapi juga turun; nah kemudian ketika ada memang ada ditemukan sakit kepala misalnya itu,” urai dia.

Fedik juga melakukan uji coba kedua kali pada dirinya sendiri sebelum uji klinis fase I. Dia menggunakan vaksin tersebut sebagai dosis tambahan atau booster. “Ternyata trennya naik, naik, naik kurang lebih empat, lima bulanan itu,” imbuhnya.

Akhir pandemi

Usai melewati tahap demi tahap pengujian itu, yang melibatkan ribuan relawan, Vaksin Merah Putih mendapat EUA dari BPOM.

“Fase tiga mulai dari kita melibatkan 4.005 subyek yang diikutkan dalam uji klinik pada saat awal awal terlihat baik kemudian dilakukan analisis laboratorium beberapa tahapan tergantung dari visit subyek tadi untuk dites dan monitor respon imunnya seperti apa? Alhamdulilah baik,” kata Fedik.

“Oleh karena itu kita bisa mendapatkan suatu EUA,” lanjutnya.

Saat ini, katanya, vaksin yang dikembangkan olehnya dan tim baru mendapatkan izin penggunaan darurat sebagai vaksin primer untuk dewasa. Meski demikian, Fedik dan tim juga terus berupaya mengembangkan vaksin ini agar bisa digunakan untuk remaja dan anak-anak serta untuk penggunaan booster.

Lebih lanjut, guru besar mikrobiologi, virologi, imunologi Unair ini menyebut vaksin tersebut tetap bisa digunakan seterusnya meski kasus Covid-19 sudah melandai.

“Vaksin itu tidak bisa seumur hidup menghasilkan dan menginduksi antibodi, tapi ada waktu di situ yang perlu dilakukan putar dan sebagainya untuk menginduksi memori produksi antibodi. Oleh karena itu vaksin ini saya kira sampai ke depan nanti masih digunakan,” tuturnya.

Pihaknya juga membuka kemungkinan untuk mendesain ulang struktur vaksin jika memang ada perubahan signifikan dari varian Virus Corona, termasuk yang kini sedang santer, yakni varian XBB.

“Kalau yang di lapangan masih bisa dinetralisir, menetralisir produk antibodi dari vaksin kita, itu ya kita tidak merubah. Tapi kalau ada perubahan, terjadi perundingan, ya kita pasti berfikir redesign,” tandasnya.

Sumber : CNN [dot] COM